Bab ii
Perang salib dan inovasi mongol dan transmisi
peradaban dan kebudayaan islam kebudayaan islam ke dunia barat.
A.
PERANG SALIB
Peristiwa
penting yang dalam gerakan ekspansi yang dilakukan oleh Arp Arselan adalah
peristiwa Manzikart tahun 1071 M). Tentara Arp Arselan dapat mengalahkan
tentara Romawi. Peristiwa ini menamakan benih kebencian dan permusuhan
orang-orang KRISTEN terhadap ummat Islam, yang kemudian mencetuskan Perang
Salib. Kebencian tersebut bertambah setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul
Maqdis tahun 471 H. Orang KRISTEN merasa kesulitan dalam melakukan ziarah ke
tanah sucinya. Untuk memperoleh kembali keleluasaannya, tahun 1095 M, Paus
Urbanus menyeru ummat KRISTEN di Eropa
untuk melakukan perang suci (Nasution, 1985:78). Perang ini di kenal dengan
Perang Salib.
1.
Pengertian Perang Salib
Kata Salib berasal
dari bahasa Arab (salibun) yang berarti kayu palang/silang (Heuken,
1994:231). Peperangan tersebut disebut dengan Perang Salib karena didada seragam merah yang dipakai serdadu tergantung/terjahit
tanda Salib, sehingga umat Islam yang diperangi menyebutnya dengan nama perang
Salib (Arsyad, 1993:132). Perang Salib merupakan sebuah perang super-maraton
yang berlangsung sepanjang 200 tahun, dimana bangsa-bangsa KRISTEN Eropa
bangkit memerangi pusat-pusat negeri Islam yang selama kurang lebih 90 tahun
kerajaan latin tegak di Yerussalem sebelum pada akhirnya terusir dari sana.
Dalam perspektif KRISTEN, perang ini merupakan serangkaian operasi militer
terhadap musuh-musuh gereja yang bertujuan membebaskan tanah suci dari
cengkraman kaum Muslim. Dalam Perang Salib lebih mengangkat motif agama sebagai
masalah utama. Hal tersebut dimaksudkan tidak lain hanyalah untuk memberi
suasana dahsyat pada peperangan itu, yang sulit diperoleh dan dibangkitkan
dengan motif-motif lain. Di kawasan Timur Tengah jauh sebelum masa masehi orang
yang melakukan kejahatan besar dihukum mati dengan diikat atau dipaku pada
Salib. Hukuman kejam itu berasal dari Babilonia melalui Persia dan Fenisia
diterima oleh hukum Romawi. Menurut Dr. Said Abdul Fattah Syukur, Perang Salib;
“Adalah merupakan gerakan spectakuler dari pihak Eropa Barat dengan misi
imperialisme murni, yang ditujukan kepada beberapa negeri di belahan Dunia
bagian Timur (khususnya negara-negara Islam) pada abad pertengahan, gerakan
dengan bentuknya yang khas ini, pada akhirnya berhasil pula mempengaruhi dan
memporak-porandakan segala aspek kehidupan bangsa dari negeri-negeri yang
menjadi sasarannya, baik sosial, ekonomi, intelektual, budaya maupun religius”
(Syukur, 1993:57). Perang Salib menurut beberapa pakar sejarah dinilai
merupakan kelanjutan misi keagamaan dari para peziarah KRISTEN ke tempat-tempat
suci mereka (Yerussalem), yang dahulunya dibawah bendera perdamaian, pada
perkembangannya berubah niat membawa misi perang. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya rombongan peziarah dibawah pimpinan Mitaz tahun 1064 M yang memimpin
7.000 peziarah bersenjata lengkap, lantaran termakan isu bahwa penguasa
Yerussalem (waktu itu Bani Saljuk) telah melakukan penganiayaan terhadap para
peziarah yang beragama KRISTEN. Sementara akibat penyerbuan Bani Saljuk ke
Antioch telah mengakibatkan orang-orang Byzantium terusir dari wilayah itu. Hal
inilah yang membuat para peziarah menjadi cemas sehingga mereka wajib
mempersenjatai diri ketika berziarah.
Dari pemahaman
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Perang Salib adalah merupakan gerakan kaum
KRISTEN untuk menguasai tempat-tempat suci, yang kemudian mereka pergi
memerangi kaum muslimin di Palestina secara berulang-ulang dengan tujuan
membersihkan tanah suci mereka (Yerussalem) dari kaum muslimin.
2.
Latar Belakang Timbulnya Perang Salib
Penyebab atau latar
belakang paling utama dari dicetuskannya perang salib oleh paus Urbanus II
adalah adanya permintaan kerajaan Romawi timur (Bizantium) untuk membantu
mereka mengatasi serangan dari dinasti Turki Seljuk. Dalam postingan kali ini
saya membagi latar belakang perang salib kepada 3 sudut pandang, yaitu : agama,
ekonomi dan politik.
Pada kenyataannya
Perang Salib itu terjadi tidak hanya didorong oleh motivasi keagamaan saja,
akan tetapi juga ada beberapa kepentingan yang turut mewarnai dalam Perang
Salib tersebut, diantaranya :
1. Perang Salib merupakan puncak
dari sejumlah konflik antara negeri Barat (pihak KRISTEN) dan negeri Timur (pihak
Muslim) yang mana pada akhir-akhir itu perkembangan dan kemajuan umat Islam sangat
pesat, sehingga menimbulkan kecemasan bagi para tokoh Barat KRISTEN dan
didorong oleh rasa kecemasan itulah mereka melancarkan serangan terhadap
kekuatan Muslim.
2. Munculnya kekuatan Bani Seljuk
yang berhasil merebut Asia kecil dan Baitul Maqdis setelah mengalahkan pasukan
Bizantium di Manzikart tahun 1071 M dan Dinasti Fathimiah tahun 1078 M.
Kekuatan Seljuk di Asia kecil dan Yersussalem tersebut dianggap sebagai halangan
bagi pihak KRISTEN untuk melaksanakan Haji ke Baitul Maqdis. Padahal pada
pemerintahan Bani Seljuk, umat KRISTEN diberi kebebasan untuk melakukan haji.
Namun dipihak KRISTEN ada yang menyebarkan fitnah bahwa Turki Seljuk telah
melakukan kekejaman terhadap jamaah KRISTEN sehingga hal tersebut menimbulkan
amarah umat KRISTEN-Eropa.
3. Pasukan Muslim menjadi
penguasa jalur perdagangan di lautan tengah semenjak abad ke-10. Hal tersebut
menyebabkan para pedagang Pisa, Vinesia dan Genoa merasa terganggu sehingga satu-satunya
jalan yang ditempuh untuk memperluas perdagangan mereka adalah dengan mendesak
kekuatan Muslim dari laut tersebut.
4. Propaganda Alexius Comnesius
kepada Paus Urbanus II untuk membalas kekalahannya dalam peperangan melawan
Pasukan Seljuk. Paus Urbanus II segera meniupkan taufan fanatisme keagamaan
untuk menyalakan Perang Salib besar sehingga seruannya tersebut disambut oleh
ribuan massa Prancis dan Normandia. Hal ini terjadi karena Paus merupakan
sumber otoritas tertinggi di Barat yang didengar dan ditaati propagandanya.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Perang Salib terjadi karena disebabka oleh beberapa faktor,
diantaranya sebagai berikut:
a.
Faktor Agama
Menguasai kembali
Yerusalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan Muslim yang telah mendominasi sejak
zaman khalifah Umar ibnu Khattab, Direbutnya Baitul Maqdis (471 H) oleh Dinasti
Seljuk dari kekuasaan Fathimiyah yang berkedudukan di Mesir menyebabkan kaum KRISTEN
merasa tidak bebas dalam menunaikan ibadah di tempat sucinya. Ketika idealisme
keagamaan mulai menguap, para pemimpin politik KRISTEN tetap saja masih
berfikir keuntungan yang dapat diambil dari konsepsi mengenai Perang Salib, dan
untuk memperoleh kembali keleluasaannya berziarah ke tanah suci Yerussalem.
Pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristiani di Eropa
supaya melakukan perang suci. Seruan Paus Urbanus II berhasil memikat banyak
orang-orang KRISTEN karena dia menjanjikan sekaligus menjamin, barang siapa
yang melibatkan diri dalam perang suci tersebut akan terbebas dari hukuman
dosa. Banyak laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim
terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang didapat dari para peziarah yang pulang
ini kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada
akhir abad itu. Padahal yang melakukan serangan itu adalah suku-suku Seljuk
dari Turki bukan khalifah resmi yang berada di Mesir. Doktrin bahwa salah satu
syarat agar Yesus Kristus kembali ke dunia adalah kembali berdirinya Negara
Israel raya.
b.
Faktor Politik
Respon atas
permohonan dari Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodox Timur untuk
melawan ekspansi dari dinasti Turki Seljuk yang beragama Islam ke Anatolia Pecahnya Kekaisaran Carolingian pada akhir Abad Ke-9,
dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-Kristen-an
bangsa-bangsa Viking, Slav dan Magyar, telah membuat kelas petarung bersenjata
yang energinya digunakan secara salah untuk bertengkar satu sama lain dan
meneror penduduk setempat. Gereja berusaha untuk menekan kekerasan yang terjadi
melalui gerakan-gerakan Pax Dei dan Treuga Dei. Usaha ini dinilai berhasil,
akan tetapi para ksatria yang berpengalaman selalu mencari tempat untuk
menyalurkan kekuatan mereka dan kesempatan untuk memperluas daerah kekuasaan
pun menjadi semakin tidak menarik. bangsa-bangsa di Eropa Barat tidak terlalu
perduli atas dikuasainya Yerusalem – yang berada jauh di Timur – sampai ketika
mereka sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa
non-Kristen lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, kekuatan
bersenjata kaum Muslimlah yang berhasil memberikan tekanan yang kuat kepada
kekuasaan Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Orthodox Timur.
Ketika Kaisar Alexis
dari Konstantinopel meminta bantuan Paus melawan orang-orang Muslim Turki,
Urbanus melihat bahwa adanya musuh bersama ini akan membantu mencapai
tujuannya.Tidak masalah meskipun Paus telah mengucilkan patriark Konstantinopel,
serta Katolik dan Kristen Ortodoks Timor tidak lagi merupakan satu gereja.
Urbanus mencari jalan untuk menguasai Timur, sementara ia menemukan cara
pengalihan bagi para pangeran Barat yang bertengkar terus.
Para ahli sejarah
percaya bahwa upaya Urban II didorong oleh keinginannya untuk merintangi
pencalonan seorang pesaingnya dalam kepausan. Di balik sambutan penuh semangat
dari para raja, pangeran, dan bangsawan Eropa atas seruan Paus, tujuan mereka
pada dasarnya bersifat keduniaan. Ksatria-ksatria Prancis menginginkan lebih
banyak tanah. Pedagang-pedagang Italia berharap untuk mengembangkan perdagangan
di pelabuhan-pelabuhan Timur Tengah. Sejumlah besar orang miskin bergabung
dengan ekspedisi sekadar untuk melarikan diri dari kerasnya kehidupan sehari-hari.
Sepanjang jalan, massa yang serakah ini membantai banyak orang Muslim, dan
bahkan Yahudi, dengan harapan untuk menemukan emas dan permata. Pejuang-pejuang
salib bahkan membelah perut korban-korban mereka untuk menemukan emas dan
batu-batu berharga yang mungkin telah mereka telan sebelum mati. Begitu
besarnya keserakahan para pejuang salib akan harta, sehingga tanpa sesal mereka
merampok kota Kristen Konstantinopel (Istanbul) pada Perang Salib IV, dan
melucuti daun-daun emas dari lukisan-lukisan dinding Kristiani di Hagia
SophiaKekalahan Byzantium(Constantinople/Istambul) di Manzikart pada tahun 1071
M, dan jatuhnya Asia kecil dibawah kekuasaan Saljuk telah mendorong Kaisar
Alexius I Comneus (kaisar Constantinople) untuk meminta bantuan Paus Urbanus II,
dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan
Dinasti Saljuk. Dilain pihak Perang Salib merupakan puncak sejumlah konflik
antara negara-negara Barat dan negara-negara Timur, maksudnya antara umat Islam
dan umat KRISTEN. Dengan perkembagan dan kemajuan yang pesat menimbulkan
kecemasan pada tokoh-tokoh Barat, sehingga mereka melancarkan serangan terhadap
umat Islam. Situasi yang demikian mendorong penguasa-penguasa KRISTEN di Eropa
untuk merebut satu-persatu daerah-daerah kekuasaan Islam, seperti Mesir,
Yerussalem, Damascus, Edessca dan lain-lainnya.
c.
Faktor Sosial Ekonomi
Semenjak abad ke X,
kaum muslimin telah menguasai jalur perdagangan di laut tengah, dan para
pedagang Eropa yang mayoritas KRISTEN merasa terganggu atas kehadiran pasukan
muslimin, sehingga mereka mempunyai rencana untuk mendesak kekuatan kaum
muslimin dari laut itu. Hal ini didukung dengan adanya ambisi yang luar biasa
dari para pedagang-pedagang besar yang berada di pantai Timur laut tengah
(Venezia, Genoa dan Piza) untuk menguasai sejumlah kota-kota dagang di
sepanjang pantai Timur dan selatan laut tengah, sehingga dapat memperluas
jaringan dagang mereka, Untuk itu mereka rela menanggung sebagian dana Perang
Salib dengan maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka,
karena jalur Eropa akan bersambung dengan rute-rute perdagangan di Timur
melalui jalur strategis tersebut. Disamping itu stratifikasi sosial masyarakat
Eropa ketika itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu kaum gereja, kaum bangsawan
dan ksatria. Meskipun kelompok yang terakhir ini merupakan mayoritas di dalam
masyarakat tetapi mereka sangat tertindas dan terhina. Oleh karena itu ketika
mereka dimobilisasi oleh pihak gereja untuk turut mengambil bagian dalam Perang
Salib dengan janji akan diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik,
mereka menyambut seruan itu secara spontan dan berduyun-duyun melibatkan diri
dalam peperangan tersebut, sehingga rakyat jelata beramai-ramai pula mengikuti
mobilisasi umum itu dengan harapan yakni untuk mendapatkan perbaikan ekonomi.
3. Periodenisasi Perang Salib
a.
Perang Salib I (1094-1144 M)
Periode pertama
Perang Salib disebut sebagai periode penaklukan. Jalinan kerja sama antara
Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II, berhasil membangkitkan semangat umat
KRISTEN, terutama akibat pidato Paus Urbanus II, pada consili clermont pada
tanggal 26 November 1095, yang intinya mewajibkan untuk melakukan Perang Salib
bagi umat Kristiani sehingga terbentuk kaum Salibin. Gerakan ini merupakan
gerakan spontanitas yang diikuti oleh berbagai kalangan masyarakat Kristiani.
Hasan Ibrahim (sejarawan penulis buku Tarikh Al-Islam) menggambarkan gerakan
ini sebagai gerombolan rakyat jelata yang tidak mempunyai pengalaman berperang,
gerakan ini dipimpin oleh Pierre I’ermite. Di sepanjang jalan menuju
Constantinople mereka membuat keonaran bahkan terjadi bentrok dengan penduduk
Hongaria dan Byzantium. Dengan adanya fenomena ini Dinasti Salju menyatakan
perang terhadap gerombolan tersebut, sehingga akhirnya gerakan pasukan Salib
dapat mudah dikalahkan. Berawal dari kekalahan pihak kristiani Godfrey of
Buillon mengambil alih kepemimpinan pasukan Salibin, sehingga mengubah kaum
Salibin menjadi ekpedisi militer yang terorganisasi rapi. Dalam peperangan
menghadapi pasukan Godfrey, pihak Islam mengalami kekalahan, sehingga mereka
berhasil menduduki Palestina (Yerussalem) pada tanggal 07 Juni 1099. Pasukan
Godfrey ini melakukan pembantaian besar-besaran selama satu minggu terhadap
umat Islam disamping itu mereka membumi hanguskan bangunan-bangunan umat Islam,
sebelum pasukan ini menduduki Baitul Maqdis, mereka terlebih dahulu menaklukkan
Anatolia, Tartur, Aleppo, Tripoli, Syam, dan Acre (Ahmad, 1999:124). Kemenangan
pasukan Salib dalam periode ini telah mengubah peta situasi Dunia Islam kawasan
itu. Sebagai akibat dari kemenangan itu, berdirilah beberapa kerajaan
Latin-Kristen di Timur, yaitu kerajaan Baitul Maqdis (1099 M) di bawah
pemerintahan Raja Godfrey, Edessa (1098 M) diperintah oleh Raja Baldwin, dan
Tripoli (1109 M) dibawah kekuasaan Raja Raymond.
Perang Salib I
ditandai oleh bangkitnya kerajaan Seljuk (Turki) yang memasuki Armenia, Asia
kecil dan Syria, kemudian menyapu daerah kawasan Byzantium (Romawi)
memporakporandakan angkatan perangnya di pertempuran Mazikert dan sepanjang
laut tengah yang pada masa Alip Arselan dan Malik Syah, Yerussalempun dicaplok.
Maka dari itu, Konstantinopel dibawah kepala gereja Hildeband yang menaiki
tahta sebagai Pau Gregorius VII memohon bantuan dari para raja ksatria dan
penduduk umumnya, sebab penakluk-penakluk dari Bani Seljuk itu dianggap berlaku
kejam dan menindas orang-orang KRISTEN yang datang beribadah ke Baitul
Maqdis.(Arsyad, 1993:77). Akan tetapi pada tahun 1095 M baru bisa menghimpun
kekuatan sebesar 300.000 orang, atas usaha dari penggantinya yaitu Paus Urbanus
II yang dibantu oleh guru bahasanya yaitu Peter, Sang Pertapa atau Peter
Amiens. Peterlah yang menyerukan kepada seluruh raja dan pembesar raja
Eropa-KRISTEN bersatu untuk memerangi Islam atas nama agamanya yang suci. Peter
terus berkelana sambil terus berkampanye untuk itu. Pada akhir tahun 1096 M dan
awal tahun 1097 M, sekitar 150.000 tentara Salib sampai di Konstantinopel
dibawah pimpinan Gadefroy, Bohemond dan Raymond. Pada awal tahun 1097 M tentara
Salib mulai menyebrangi selat Bosporus lalu mengepung kota Niceae dan setelah
dikepung selama sebulan, akhirnya kota jatuh ke tangan mereka pada tanggal
18 Juni 1097 M serta
mereka dapat mengalahkan tentara Kalij Arsalan dari Bani Saljuk di Asia kecil.
Pada tanggal 15 Juli 1099 tentara Salib mengepung Yerussalem selama tujuh hari
dengan menyembelih tak kurang dari 70.000 umat Islam, dan pada saat itu pula
Yerusalem dan kota-kota sekitarnya takluk. Kemudian tentara Salib mendirikan
empat kerajaan KRISTEN yaitu di tanah suci Baitul Maqdis, Enthiokhie, Raha dan
Tripolisyam, sedangkan Nicola dikembalikan pada Kaisar Byzantium.
b.
Perang Salib II (1144-1193 M)
Perang Salib II juga
terjadi sebab bangkitnya Bani Seljuk dan jatuhnya Halab (Aleppo), Edessa, dan
sebagian negeri Syam ke tangan Imaddudin Zanky (1144 M). Setelah Imaduddin
meninggal, ia digantikan oleh puteranya yang bernama Nuruddin dan dibantu oleh
Shalahuddin hingga tahun 1147 M. Perang Salib II ini dipimpin oleh Lode wiyk
VII atau Louis VII (Raja Perancis), Bernard de Clairvaux dan Concrad III dari
Jerman. Laskar Islam yang terdiri dari bangsa Turki, Kurdi dan Arab dipimpin
oleh Nuruddin Sidi Saefuddin Gazi dan Mousul dan dipanglimai oleh Shalahuddin
Yusuf ibn Ayyub. Pada tanggal 4 Juli 1187 terjadi pertempuran antara pasukan
Shalahuddin dengan tentara Salib di Hittin dekat Baitul Maqdis. Dalam
pertempuran ini kaum muslimin dapat menghancurkan pasukan Salib, sehingga raja
Baitul Maqdis dan Ray Mond tertawan dan dijatuhi hukuman mati. Kemenangan
Shalahuddin dalam peperangan ini memberikan peluang yang besar untuk merebut
kota-kota lainnya.Termasuk Baitul Maqdis, Yerussalem, Al Qudus. Pada saat kota
Yerussalem direbut tentara Salib, mereka melakukan pembunuhan besar-besaran
terhadap orang Islam, tetapi ketika kota itu direbut kembali oleh Shalahuddin,
kaum muslimin tidak melakukan pembalasan terhadap mereka, bahkan memperlakukan
mereka dengan baik dan lemah lembut. Pada saat Baitul Maqdis kembal ke tangan
Umat Islam kembalilah suara adzan berkumandang dan lonceng gereja berhent
berbunyi serta Salib emas diturunkan dari kubah sakrah(Abyan dan Nurhuzaina,
1987:152). Dalam periode ini disebut sebagai periode reaksi umat Islam atas
jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan Islam ke tangan kaum Salib telah
membangkitkan kesadaran kaum muslimin untuk menghimpun kekuatan guna menghadapi
kaum Salibin. Di bawah komando Imaduddin Zangi, Gubernur Mousul, kaum muslimin
bergerak maju membendung serangan pasukan Salib bahkan mereka berhasil merebut
kembali Aleppo, Adessa (Ar-Ruha’) pada tahun 1144 M. Setelah Imaduddin Zangi
wafat, posisinya digantikan putranya Nuruddin Zangi, dia meneruskan perjuangan
ayahnya untuk membebaskan negara-negara Timur dari cengkraman kaum Salib.
Kota-kota yang berhasil dibebaskan antara lain Damascus (1147 M), Antiok (1149
M) dan Mesir (1169 M). Keberhasilan kaum muslimin meraih berbagai kemenangan,
terutama setelah munculnnya Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (Salahuddin) di Mesir,
yang berhasil membebaskan Baitul Maqdis pada tanggal 2 Oktober 1187. Hal ini
membuat kaum Salibin untuk membangkitkan kembali basic kekuatan mereka sehingga
mereka menyusun kekuatan dan mengirim ekspedisi militer yang lebih kuat. Dalam
ekspedisi ini dikomando oleh raja-raja Eropa yang besar, Frederick I (The Lion Hearted,
Raja Inggris) dan Philip II (Augustus, Raja Prancis). Ekpedisi militer Salib
kali ini dibagi dalam beberapa devisi, sebagian menempuh jalan darat dan yang
lainnya menempuh jalur laut. Frederick yang memimpin devisi darat tewas
tenggelam dalam penyebrangannya di sungai Armenia, dekat kota Ar-Ruha’,
sebagian tentaranya kembali kecuali beberapa orang yang terus melanjutkan
perjalanannya di bawah pimpinan putra Frederick. Adapun devisi yang menempuh
jalur laut menuju Sicilia yang dipimpin Richard dan Philip II, disana mereka
bertemu dengan pasukan Salahuddin, terjadilah peperangan sengit, karena
kekuatan tidak berimbang, maka pasukan Salahuddin mundur, dan Kota Acre ditinggalkan
oleh Pasukan Salahuddin dan menuju ke Mesir untuk mempertahankan daerah itu.
Dalam keadaan demikian kedua belah pihak melakukan gencatan senjata dan membuat
suatu perjanjian damai, inti perjanjian damai tersebut adalah: “Daerah
pedalaman akan menjadi milik kaum muslimin dan umat KRISTEN, yang akan
berziarah ke Baitul Maqdis akan terjamin keamanannya, sedangkan daerah pesisir
utara, Acre dan Jaffa berada di daerah kekuasaan tentara Salib.” Tidak lama
kemudian setelah perjanjian disepakati, Salahuddin wafat pada bulan Safar 589 H
atau Februari 1193 M.
c.
Perang Salib III (1193-1291 M)
Perang Salib III ini
timbul sebab bangkitnya Mesir dibawah pimpinan Shalahuddin, berkat
kesuksesannya menaklukkan Baitul Maqdis dan kemampuannya mengatasi
angkatan-angkatan perang Prancis, Inggris, Jerman dan negara-negara Eropa
lainnya. Kejadian tersebut dapat membangunkan Eropa-Barat untuk menyusun
angkatan Perang Salib selanjutnya atas saran Guillaume. Perang Salib III ini
dipimpin oleh Kaisar Fredrick I Barbarosa dari Jerman Philip II August (Raja
Prancis dan Inggris), Richard The Lion Heart. Ketika itu pasukan Jerman
sebanyak 100.000 orang dibawah pimpinan Frederick Barbarosa, tetapi nasibnya
sangat malang, ketika ia menyeberang, sebuah sungai yang jeram di
Sisilia-Armenia ia mati tenggelam sehingga pasukannya kehilangan pemimpin dan
pasukannya patah semangat, akhirnya pasukan tersebut ada yang memilih kembali
ke negerinya dan ada pula yang terus untuk bergabung dengan pasukan lainnya.
Tentara Inggris dan Prancis bertemu di Saqliah dan disini juga terjadi
perselisihan antara Philiph dengan Richard yang akhirnya mereka kembali
sendiri-sendiri. Richard mengambil jalan melalui Cyprus dan Philiph langsung
menuju Palestina dan mengepung Akka. Akhirnya Akka dan Yaffa jatuh ditangan
tentara Salib tetapi tidak bisa menduduki Baitul Maqdis dan dibuatlah
perjanjian damai antara kedua belah pihak di Ramlah atau dapat disebut
perjanjian Ar-Romlah (Hasan, 1967:99).
Tidak lama setelah
perdamaian tersebut Shalahuddin wafat, dan digantikan oleh saudaranya Sultan
Adil. Shalahuddin wafat setelah berhasil mempersatukan umat Islam dan
mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan umat Islam. Periode ini lebih dikenal
dengan periode perang saudara kecil-kecilan atau periode kehancuran di dalam
pasukan Salib sendiri. Hal ini disebabkan karena periode ini lebih disemangati oleh
ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang bersifat material,
dari motivasi agama. Tujuan mereka untuk membebaskan Baitul Maqdis seolah-olah
mereka lupakan, hal ini dapat dilihat ketika pasukan Salib yang disiapkan
menyerang Mesir (1202-1204 M) ternyata mengubah haluan menuju Constantinople,
kota ini direbut dan diduduki lalu dikuasai oleh Baldwin sebagai rajanya yang
pertama. Dalam periode ini telah terukir dalam sejarah yaitu munculnya pahlawan
wanita yang terkenal dan gagah berani yaitu Syajar Ad-Durr, dia berhasil
menghancurkan pasukan Raja Lois IX, dari Prancis dan sekaligus menangkap raja
tersebut. Dalam periode ini pasukan Salib selalu menderita kekalahan. Meskipun
demikian mereka telah mendapatkan hikmah yang sangat besar, mereka dapat
mengetahui kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah sedemikian majunya, bahkan
kebudayaan dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya renaisansce di Barat.
d.
Perang Salib IV (1202-1206 M)
Tentara Salib
berpendapat bahwa jalan untuk merebut kembali Baitul Maqdis adalah harus
dikuasai terlebih dahulu keluarga Bani Ayyub di Mesir yang menjadi pusat persatuan
Islam ketika itu. Oleh karena itu kaum Salib memusatkan perhatian dan
kekuatannya untuk menguasai Mesir.(Sou’yb, 1978:98). Akan tetapi Perang Salib
IV ini dilakukan atas kerja sama dengan Venesia dan bekas kaisar Yunani.
Tentara Salib menguasai Konstatinopel (1204 M) dan mengganti kekuasaan
Bizantium dengan kekuasaan latin disana. Pada waktu itu Mesir diperintah oleh
Sultan Salib, maka dikuatkanlah perjanjian dengan orang-orang Kristen pada
tahun 1203-1204 M dan 1210-1211 M. Isi perjanjian itu adalah mempermudah orang
Kristen ziarah ke Baitul Maqdis dan menghilangkan permusuhan antara kedua belah
pihak.
e.
Perang Salib V (1217–1221 M)
Perang Salib V tetap
berada di Konstantinopel dan tidak henti-hentinya terjadi konflik dengan pihak
Kaisar. Perang Salib V dipimpin oleh Jeande Brunne Kardinal Pelagius serta raja
Hongaria, meskipun pada tanggal 5 November 1219 kota pelabuhan Damietta mereka
rebut, namun dalam perjalanan ke Kairo pada tanggal 24 Juli 1221 mereka membuat
kekacauan di Al Masyura ( tepi sungai Nil) kemudian mereka pulang kampong
f.
Perang Salib VI (1228–1229 M)
Perang Salib VI
dipimpin oleh Frederick II dari Hobiens Taufen, Kaisar Jerman dan raja Itali
dan kemudian menjadi Raja muda Yerussalem lantaran berhasil menguasai
Yerussalem tidak dengan perang tapi dengan perjanjian damai selama 10 tahun
dengan Sultan Al-Malikul Kamil, keponakan Shalahuddin al-Ayyubi, namun 14 tahun
kemudian yakni pada tahun 1244 kekuasaan diambil alih Sultan Al Malikul Shaleh
Najamuddin Ayyub beserta Kallam dan Damsyik.
g.
Perang Salib VII
(1248–1254 M)
Peperangan ini
dipimpin oleh Raja Louis IX dari Perancis pada tahun 1248, namun pada tahun
1249 tentara Salib berhasil menguasai Damietta (Damyat). Dimasa inilah pemimpin
angkatan perang Islam, Malikul Shaleh mangkat kemudian digantikan putranya
Malikul Asraff Muzafaruddin Musa. Ketika Louis IX gagal merebut Antiock yang
dikuasai Sultan Malik Zahir Bay Bars pada tahun 1267/1268, lalu hendak merebut
Tunis, ia beserta pembesar-pembesar pengiringnya ditawan oleh pasukan Islam
pada 6 April 1250 dalam satu pertempuran di Perairan Mesir, setelah mereka
memberi uang tebusan, maka mereka dibebaskan oleh Tentara Islam dan mereka
balik ke negerinya.
h.
Perang Salib VIII (1270-1272 M)
Dalam Perang Salib
VIII yaitu pada tanggal 25 Agustus 1270 ini Louis IX telah binasa ditimpa
penyakit (riwayat lain menyebutkan ia terbunuh). Akhirnya pada tahun 1492 Raja
Ferdinad dan Ratu Isabella sukses menendang habis umat Islam dari Granada,
Andalusia. Riwayat lain juga menjelaskan bahwa Perang Salib VIII ini tidak
sempat terbentuk karena kota terakhir yakni Aere yang diduduki oleh tentara
Salib malahan berhasil dikuasai oleh Malikul Asyraf (putra Malikul Shaleh).
Dengan demikian terkuburlah Perang Salib oleh Perang Sabil. Tetapi meskipun
Perang Konvensional dan Frontal itu sudah berakhir secara formal, namun
sesungguhnya perang jenis lain yang kwalitasnya lebih canggih terus saja
berlangsung seiring dengan kemajuan zaman.
i.
Perang Salib Lanjutan (1291-1344 M)
Dalam Perang Salib
lanjutan ini ada beberapa faktor yang melatar belakanginya yaitu ketika kaum
muslimin mundur dari Cordova atau Granada oleh Ferdinand, Leon dan Castelin. Pada
saat degradasi politik seperti itu Islam sedikit demi sedikit basic kekuatannya
menurun. Adapun faktor lain yaitu; adanya perjanjian Tordessilas, yang menjadi
semangat agama-agama katolik. Perjanjian itu ditetapkan pada 4 Mei 1493, yang
menyatakan antara lain; “Bahwa kepercayaan agama Katolik dan agama KRISTEN,
teristimewa pada zaman kita ini, harus dimulyakan dan disempurnakan, serta
disebarkan dimana-mana dan harus mengambil alih Kerajaan Granada dari kelaliman
para sara (muslimin)”. Dengan adanya perjanjian tersebut, Perang Salib
dikobarkan lagi dan dilancarkan oleh orang-orang Portugis dengan tujuan bukan
lagi mencari keuntungan, tetapi melakukan ekspansi politik dan ekspansi
keagamaan dan musuh pertama yang dihadapi adalah negara Islam. Para pendeta dan
lembaga-lembaga missionaris oleh orang-orang Dunia Islam dianggap sebagai
imperialisme. Dan merupakan satu aspek usaha penyingkiran lembaga-lembaga
pribumi atau Islam dengan menggantikan sejarah setempat dengan kurikulum Barat.
Dalam peperangan lanjutan ini pihak KRISTEN juga mengalami kekalahan, akan
tetapi orang-orang KRISTEN dengan segala bentuk dan cara berusaha menghancurkan
Islam baik melalui politik, ekonomi dan pendidikan.
4.
Dampak Perang Salib
Dalam
penyebaran pasukan Salibin terhadap umat Islam, menjadi fenomena yang disertai
timbulnya sentimen keagamaan yang kuat. Dengan adanya motif ini, maka membawa
pengaruh besar terhadap hubungan antar pemeluk agama Islam dan KRISTEN dalam
waktu yang panjang (Al-Ghozali, 1987:59). Melihat dari beberapa gambaran yang
ada maka dapat disimpulkan bahwa, meskipun Perang Salib sudah berakhir namun
pada hakekatnya belum berakhir, hal ini karena adanya perkembangan-perkembangan
selanjutnya, yang walaupun tidak dalam bentuk yang lain, yang sekaligus
merupakan suatu hubungan yang sulit untuk dipisahkan. Adapun hubungan Perang
Salib dengan gerakan-gerakan yang dimaksud antara lain:
5.
Hubungan Perang Salib dengan Orientalisme
Sebagaimana
penulis berpendapat bahwa Orientalisme lahir akibat Perang Salib atau ketika
dimulainya pergeseran politik dan agama antara Islam dan KRISTEN Barat di
Palestina. Argumentasi mereka mengatakan bahwa permusuhan politik berkecamuk
berawal pada masa pemerintahan Salahuddin dan Nuruddin Zhang dan berlanjut pada
anaknya yaitu Al-Adil, sebagai akibat kekalahan beruntun yang dilimpahkan
pasukan Islam ke pasukan Salib, semua itu memaksa orang-orang Barat membalas
kekalahan. Bertitik tolak dari keterangan diatas, maka dapat digambarkan bahwa
Orientalis (pengetahuan orang Barat tentang agama, kebudayaan, peradaban,
sastra dan bahasa Timur) sudah lama berkembang di Barat. Hal ini disebabkan
karena perhatian orang-orang Barat terhadap Islam atau soal keTimuran sudah
sejak Perang Salib. Kemudian mengenai kegiatan-kegiatan Orientalisme dalam
studinya terhadap Dunia Timur atau Islam, sebenarnya telah didorong oleh
beberapa motivasi, yaitu; motivasi religius, motivasi imperial, motivasi
politis, dan motivasi ilmiyah.
6.
Hubungan Perang Salib dengan Kolonialisme
Kolonialisme
Eropa merupakan tantangan politis dan religius, dan gerakan ini telah
menyingkirkan kaum muslimin memerintah di Dunia Islam yang telah berlangsung
sejak jaman Nabi Muhammad. Bagi banyak orang di Barat, dugaan mengenai
kemenangan KRISTEN didasarkan pada sejarah yang diromantisiskan untuk merayakan
kepahlawanan pejuang Salib dan kecenderungan untuk menginterpretasikan sejarah
kekuasaan Amerika selama dua abad lebih, masing-masing agama melihat satu sama
lain sebagai militan agar berbaris dan fanatik. Dengan demikian kolonialisme
adalah merupakan suatu kelanjutan dari Perang Salib, dimana gerakan-gerakan
tersebut sudah merupakan warisan dari kejadian Perang Salib, dalam artian masih
mempunyai hubungan yang sulit untuk dipisahkan karena Perang Salib itu sendiri
merupakan jembatan bagi kolonialisme untuk menjajah Dunia Islam (Syukur,
1993:152).
7.
Hubungan Perang
Salib dengan Kristenisasi
Jika
dicermati, semangat salibisme ini sebenarnya telah ada sebelum terjadinya
Perang Salib yang berkepanjangan. Semangat untuk menyiarkan agama KRISTEN
diantara bangsa-bangsa yang belum mengenalnya dipandang sebagai satu kewajiban
bagi umat Kristiani. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberhasilan dalam
menjalankan misi memang tidak lepas dari Perang Salib, karena Perang Salib
merupakann awal bangsa Barat dalam menjalankan misinnya.
8.
Pengaruh Perang Salib Terhadap Dunia Barat
Perang
Salib yang berlangsung lebih kurang dua abad membawa akibat yang sangat berarti
bagi perjalanan sejarah Dunia. Akibat tersebut antara lain :
1. Perang Salib menjadi
penghubung bagi bangsa Eropa, mengenali Dunia Islam secara lebih dekat,
sehingga kontak hubungan antara Barat dan Timur semakin dekat.
2. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
tata kehidupan masyarakat Timur yang maju menjadi daya dorong pertumbuhan
intelektual bangsa Barat yakni Eropa sehingga hal tersebut mempunyai andil yang
sangat besar dalam melahirkan era Renaisans di Eropa
3. Bangsa Barat yang selama itu
tidak mengenal kemajuan pemikiran bangsa Timur maka Perang Salib itu juga
membawa akibat timbulnya kegiatan penyelidikan
4. bangsa Eropa mengenai seni dan
pengetahuan penting serta berbagai penemuan yang telah dikenal di Timur seperti
kincir angin, kompas kelautan, dan lain-lain.
5. Bangsa Barat dapat mengenali
sistem industri Timur yang telah maju sehingga setelah kembali ke Eropa mereka
lantas mendirikan sistem pemasaran barangbarang produk Timur (Ali, 1997:211).
Perang Salib yang pada awalnya hanya merupakan suatu reaksi dari KRISTEN Eropa
Barat, namun lama-kelamaan timbul suatu keinginan untuk menguasai Dunia Islam.
Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya cita-cita dari umat KRISTEN Eropa
mendirikan kerajaankerajaan mereka di seluruh daerah Timur. Untuk
merealisasikan cita-cita diatas, maka jalan satu-satunya yang ditempuh yaitu
menyapu bersih umat Islam.Dengan cita-cita yang telah dicanangkan tersebut.
B.
INVASI MONGOL
1.
Latar belakang bangsa mongol
Asal
mula bangsa mongol adalah dari masyatakat hutan yang mendiami Siberia dan
mongol luar di sekitar danau pegunungan altani tepatnya dibagian barat laut
cina. Sebenarnya merka itu bukanlah suku nomad yang berpindah-pindah dari satu
stepa yang lain, walaupun menaklukkan banyak stepa dengan ketangkasannya
menunggang kuda. Pemimpin bangsa mongol di sebut khan. Khan bangsa mongol yang
pertama yang diketahui dalam sejarah adalah yesugei (w. 1175). Ia adalah ayah
jengis. Jengis aslinya bernama temujin, seorang pandai besi yang mencuat
namanya karena perselisihan yang dimenangkannya melawan ong khan atau togril,
seorang kepala suku kereyt. Jengis adalah gelar bagi temujin yang diberikan
kepadanya oleh sidang kepala-kepala suku mongol yang mengangkatnya sebagai pemimpin
tertinggi bangsa itu pada tahun 1206, yang artinya penguasa alam semesta. Perlu
diketahui juga bahwa bangsa mongol adalah bangsa pemberani dan tegar dalam
berperang.
2.
Agama bangsa mongol
Bangsa
mongol tidak memeluk salah satu agama samawi dari ketiga agama samawi. Padahal
mereka hidup dan berinteraksi dengan pengikut agama yahudi, Kristen dan islam.
1 Jengis khan juga menyempurnakan moral masyarakatnya dengan undang-undang yang
dibatnya, yaitu Ilyasa atau Yasaq. 2 Disamping itu juga, jengis khan juga
mengatur kehidupan beragama dengan tidak boleh merugikan antara satu pemeluk
agama dengan yang lainnya. Sebagai konswekwensinya, rakyat mongol harus
menghormati rajanya, ia juga mendirikan pos untuk mengetahui berita tentang
kerajaannya, ia melarang penyerbuan terhadap agama.
3.
Perkembangan bangsa mongol
Bangsa
yang dipimpinnya itu meluaskan wilayahnya ke Tibet (cina barat laut), dan cina,
1213, serta dapat menaklukkan Beijing tahun 1215. ia menundukkan Turkistan
tahun 1218 yang berbatasan dengan wilayah islam, yakni Khawarazam syah. Ivasi
gubernur khawarazam membunuh utusan jengis yang disertai oleh saudagar islam.
Perristiwa tersebut menyebabkan mongol menyerbu wilayah islam, dan dapat
menaklukkan transoxania yang merupakan wilayah khawarazam 1219-1220, padahal
sebelumnya mereka hidup berdampingan secara damai satu sama lain. Kota bukhara
di samarkand yang didalamnya terdapat makam imam bukhari, salah seorang perawi
hadis yang termasyur, dihancurkan, balk, dan kota-kota lain yang memiliki
peradaban islam yang tinggi, di asia tengah juga tidak luput dari penghancuran.
Jalaluddin, penguasa khawarazam yang berusaha meminta bantuan pada khalifah
abbasiyah di bagdad, menghindarkan diri dari serbuan mongol, ia diburu oleh
musuhnya hingga ke India 1221, yang akhirnya ia lari ke barat. Toluy, salah
seorang anak jengis, di utus ke khurasan sementara anaknya yang lain, yaitu
jochi dan chaghatay bergerak untuk merebut wilayah sungai sir darya bawah dan
khawarazam.
Wilayah
kekuasaan jengis khan yang luas dibagi untuk empat orang putranya sebelum ia
meninggal dunia tahun 624/1227. 3 pertama ialah jochi, anak yang sulung
mendapat wilayah Siberia bagian barat dan stepa qipchaq yang membentang hingga
rusia selatan, didalamnya terdapat khawarazam. Namun ia meninggal dunia sebelum
ayahnya wafat, dan wilayah warisannya itu diberikan kepada anak jochi yang
bernama batu atau orda. Batu mendirikan orde (kelompok) biru di rusia selatan
sebagai dasar berkembangnya orde putih di Siberia barat. Kedua kelompok itu
bergabung dalam abad ke 14 yang kemudian muncul sebagai khanan yang bermacam
ragamnya di rusia, tiumen, bukhara , dan khiva. Syaibaniyah atau ozbeg, salah
satu cabang keturunan jochi berkuasa di khawarazam dan transoxania dalam abad
ke 15 dan 16.
Kedua
adalah chaghatay, mendapat wilayah berbentang ke timur, sejak dari transoxania
hingga Turkistan timur atau Turkistan cina. Cabang barat dari keturunan
chagutai yang bermukim di transoxania segera masuk ke dalam lingkungan pengaruh
islam, namun akhirnya dikalahkan oleh kekuasaan timur lenk. Sedangkan cabang
timur dari keturunan chagutai berkembang di semerechye, ili, t'ien syan di
tamrin. Mereka lebih tahan dari pengaruh islam, tetapi akhirnya mereka ikut
membantu menyebarkan islam di wilayah Turkistan cina dan bertahan disana hingga
abad ke XVII.
Ketiga
bernama agudai, adalah putra jengis khan yang terpilih oleh dewan pimpinan
mongol untuk menggantikan ayahnya sebagai khan agung yang mempunyai wilayah di
pamirs dan tien syan.
Keempat
ialah tuli, si bungsu mendapat bagian wilayah Mongolia sendiri. Anak-anaknya,
yakni mongke dan qubulay menggantikan oguday sebagai khan yang agung. Qobulay
menaklukkan cina dan berkuasa disana yang dikenal sebagi dinasti yuan yang
memerintah hingga abad ke-XIV, yang kemudian digantikan dengan dinasti Ming.
Adalah hulako khan, 4 saudara Mongke khan dan Qobulay khan, yang menyerang
wilayah-wilayah islam sampai ke bagdad.
4.
Serangan-Serangan
Mongol
Sesungguhnya
invasi pasukan mongol terhadap wilayah-wilayah islam adalah tragedy besar yang
tidak ada tandinggannya sebelum ini dan sesudahnya. Kendati sebelumnya
didahului perang dunia, sesungguhnya perang salib tidak ada apa-apanya jika
dibandingkan dengan invasi pasukan mongol. Betapapun banyaknya jumlah korban
perang dari kaum muslimin pada keseluruhan perang salib, sesungguhnya itu masih
relative kecil jika dibandingkan dengan jumlah korban perang dari kalangan kaum
muslimin pada satu perang diantara sekian banyaknya perang yang dilancarkan
pasukan mongol secara brutal dan sadis tersebut. Kaum muslimin mengalami
kerugian yang tidak terhitung akibat kolonialisme modern, namun penghancuran
oleh pasukan mongol terhadap satu kota saja bagdad misalnya.
Barangkali
manusia tidak pernah melihat pembantaian, pembunuhan dan penghancuran yang
sadis dan kejam dalam sejarahnya. Dajjal saja tidak membunuh pengikutnya dan
hanya, membunuh penentangnya. Sedangkan mereka bangsa mongol tersebut tidak
menyisakan seorang pun, semuanya dibabt habis. Tidak ada pengecualian antara
laki-laki, wanita dan ank-anak. Mereka belah perut wanita-wanita hamil kemidian
membunuh bayi-bayinya.
Invasi
pasukan mongol berimbas pada perubahan social, moralitas dan politik terhadap
negeri-negeri islam. Sebagaiman invasi pasukan mongol mengakibatkan dampak
negative dalam masyarakat islam, disamping itu juga mengakibatkan dampak
positif bagi ummat islam, yaitu membangun perasaan kaum muslimin terhadap
pentingnya persatuan membuang jauh-jauh perpecahan.
Jikalau
ditelusuri historisnya, umat islam pada waktu itu tersebar dimana-mana dari
jazirah arab sampai eropa dibawah naungan Negara-negara islamiyah, yang sudah
barang tentu system pemerintahannya sudah mulai mendekati ideal, disamping itu
pula, peradaban dan ilmu pengetahuan mulai berkembang pesat, ini menandakan
bahwa pada waktu itu ilmuan dan cendikiawan musli mulai banyak seperti ibnu
taimiah. Akan teetapi ironis sekali bila mana Negara islam tatkala itu dikikis
habis oleh Negara mongol, bagaikan debu yang ada diatas debu yang licin dan
diterpa angina yang kencang. Atas dasar pertimbangan itulah penulis akan
mencoba menguak dan menelusuri sebab musaban keberhasila mongol mengusasai
islam dan termasuk menghancurkan bagdad. Sebagai sentral umat islam pada waktu
itu, disamping itu pula, penulis akan menggali sejarah sebab hancurnya
Negara-negara islam.
5.
Invasi-invasi mongol
Wilayah
kultur arab menjadi jajahan mongol setelah bagdad ditaklukkan oleh hulako khan,
1258. ia membentuk kerajaan Il Khaniyah yang berpusat di tabris dan maragha. Ia
dipercaya oleh saudaranya, mongke khan untuk mengembalikan wilayah-wilayah
mongol di asia barat yang telah lepas dari kekuasaan mongol setelah kematian
jengis. Ia berangkat dengan disertai pasukan yang besar untuk manunaikan tugas
itu tahun 1253 dari Mongolia . Atas kepercayaan saudaranya itu hulako khan
dapat menguasai wilayah yang luas seperti Persia, Irak, Caucasus dan asia kecil
sebelum menundukkan bagdad, ia telah menguasai pusat gerakan Syi'ah Isma'iliyah
di Persia utara, tahun 1256. jatuhnya ibu kota abbasiyah yang didirikan oleh
khalifah kedua, al-mansyur itu, baerkaitan erat sekali dengan seseoran yang
bernama ibnu al-qami' 5 ia berhasil untuk merayu pasukan mongol untuk menyerang
bagdad.
Pada
awal tahun 656 H/ 1258 M, hulako khan mengirimkan pasukan ke bagdad dibawah
pimpinan dua amirnya sebagai pasukan awal sebelum kedatangannya, kemudian pada
tanggal 12 muharram pada tahun yang sama, pasukan yang berkekuatan dua ratus
ribu personel dan dipimpin langsung oleh hulako khan tiba di bagdad. Mereka
mengepung bagdad dari dua arah, barat dan timur, pada akhirnya di adakan
perjanjian antara hulako dan mu'tashim mu'tashim dikawal tujuh ratus dari
kalangan hakim dan, fuqoha', orang-orang sufi dan pejabat Negara. Pada akhirnya
mereka semua di bunuh oleh hulako khan tidak tersisa sama sekali, hal ini atas
permintaan ibnu al-qami' dan nashiruddin at-thutsi. Demikian juga membunuh
sebagian besar keluarga khalifah dan penduduk yang tak bedosa. Akibat pembunuhan
dan perusakan kota itu timbullah wabah penyakit lantaran mayat-mayat yang
bergelimpangan belum sempat di kebumikan. Hulako mengenakan gel ail khan dan
menguasai wilayah lebih luas lagi hingga ke syiria utara seperti kota Aleppo ,
hama dan harim.
Selanjutnya
ia ingin merebut mesir, tetapi malang, pasukan mamluk rupanya lebih kuat dan
lebih cerdik sehingga pasukan mongol dapat dipukul di ‘Ain jalut, palestina,
tahun 1260 sehingga mengurungkan niatnya melangkahi mesir. Ia sangat tertarik
pada bangunan dan arsitektur yang indah dan filsafat.
Hulako
yang memerintah hingga tahun 1265 digantikan oleh anaknya, abaqa, 1265-1282. ia
sangat menaruh perhatian kepada umat Kristen karena pengaruh janda ayahnya yang
beragama Kristen neustorian 6 , yakni Doqus Khatun. Orang-orang Mongol Il
khaniyah ini bersekutu dengan orang-orang salib, penguasa Kristen eropa,
Armenia cilicia untuk melawan mamluk dan keturunan-keturunan saudaranya sendiri
dari dinasti horde keemasan (golden horde) yang telah bersekutu dengan mamluk,
penguasa muslim yang berpusat di mesir. Dinasti Il-Khaniyah lama kelamaan
renggang hubungannya dengan saudara-saudaranya di timur, terutama setelah
meninggalnya qubulay khan tahun 1294. bahkan mereka yang menguasai barat sampai
bagdad itu karena tekanan kultur Persia yang islam, berbondong-bondong memeluk
agama islam seperti ghazan khan dan keturunannya.
Penguasa
Il-Khaniyah terakhir ialah abu sa'id. Ia berdamai dengan mamluk tahun 1323,
yang mengakhiri permusuhan kedua kekuasaan itu untuk merebut syiria.
Perselisihan dalam tubuh Il khaniyah sendiri menyebabkan terpecahnya kerajaan
menjadi dinasti kecil-kecil yang bersifat local. Mereka hanya dapat
dipersatukan kembali pada masa timur lenk yang berbentuk dinasti timurriyah
yang berpusat di samarkand . Sebagian wilayah Il-Khaniyah yang yang berada yang
berada di kawasan kebudayaan arab seperti iraq , Kurdistan dan azebaijan,
diwarisi oleh dinasti jalayiriyah. Jalayiriyah adalah suku mongol yang
mengikuti hulako ketika menaklukkan negeri-negeri islam. Dinasti ini didirikan
oleh hasan kuchuk (kecil) dari dinasti chupaniya, musuh bebuyutannya yang
memerintah sebagai gubernur di Anatolia di bawah sultan abu sa'id, penguasa
terakhir dinasti Il khaniyah, dan memusatkan kekuatannya di bagdad. Dimasa
Uways, pengganti hasan agung, jalaliriyyah baru memiliki kedaulatan secara
penuh. Ia dapat menundukkan azerbaizan, namun mendapat perlawanan dari dinasti
muzaffariyah din Khan-Khan horde keemasan. Mereka akhirnya dikalahkan oleh Qara
Qoyunlu.
Dari
sini dapat dilihat, bahwa kultur Islam yang ada dikawasan budaya arab seperti
iraq dan syiria serta sebagian Persia sebelah barat, walaupun secara politis
dapat ditaklukkan oleh mongol, tetapi akhirnya mongol sendiri terserap kedalam
budaya islam. Dapatkah kiranya disimpulkan bahwa akar budaya islam dikawasan
budaya arab di pemerintahan bukan hanya dynasti berbangsa arab saja tetapi
siapa yang kuat akan memerintah wilayah tersebut. Dinasti-dinasti silih
berganti menguasai wilayah itu dan yang langgeng ialah kekuasaan dari bangsa
arab sendiri, baik pada masa klasik maupun masa modern ini.
6.
Dampak kekuasaan mongol
Apa
dampak positive maupun negative kekuasaan mongol terhadap wilayah islam yang
ditundukkannya ?. Dampak negative tentu lebih banyak dibandingkan dampak
positifnya. Kehancuran tampak jelas dimana-mana dari serangan mongol sejak dari
wilayah timur hingga kebarat. Kehancuran kota-kota dengan bangunan yang
indah-indah dan perpustakaan-perpustakaan yang mengoleksi banyak buku
memperburuk situasi ummat islam. Pembunuhan terhadap umat islam terjadi, bukan
hanya pada masa hulako saja yang membunuh khalifah Abbasiyah dan keluarganya,
tetapi pembunuhan dilakukan juga terhadap umat islam yang tidak berdosa.
Seperti yang dilakukan oleh argun Khan ke 4 pada masa dinasti Il khaniyah
terhadap Takudar sbagai Khan ketiga yang dihukum bunuh karena masuk islam,
Argun Syamsuddin, seorang administrator dari keluarga juwaini yang tersohor di
hokum mati tahun 1284, Syamsuddin penggantinya juga dibunuh tahun 1289, dan
Sa'id ad-Daulah yang orang Yahudi itu dihukum mati pula pada tahun 1289.
Bangsa
mongol yang asal mulanya memeluk agama nenek moyang mereka, lalu beralih
memeluk agama Buddha, rupanya bersimpati kepada orang-orang Kristen yang
bangkit kembali pada masa itu dan menghalang-halangi Dakwah islam di kalangan
mongol, yang lebih fatal lagi adalah hancurnya bagdad sebagai pusat dinasti
abbasiyah yang di dalamnya terdapat berbagai macam tempat belajar dengan
fasilitas perpustakaan, hilang lenyap dibakar oleh hulako. Suatu kerugian besar
bagi khazanah ilmu pengetahuan yang dampaknya masih dirasakan hingga kini.
Ada
pula dampak positif dengan berkuasanya dinasti mongol ini setelah para
pemimpinnya memeluk agama islam. Mengapa dapat menerima dan masuk agama islam?
Antara lain adalah disebabkan karena mereka berasimilasi dan bergaul dengan
masyarakat Muslim dalam jangka panjang, seperti yang dilakukan gazhar khan
(1295-1304) yang menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan, walaupun ia
pada mulanya beagama Buddha. Rupanya ia telah mempelajari ajaran agama-agama
sebelum menetapkan keislamannya, dan yang lebih mendorongnya masuk islam adalah
karena pengaruh seorang menterinya, Rasyiddin yang terpelajar dan ahli sejarah
yang terkemuka yang selalu berdialog dengannya, dan Nawruz, seorang Gubernurnya
untuk berapa provinsi syiria. Ia menyuruh kaum Kristen dan yahudi untuk
membayar jizrah, dan memerintahkan mencetak uang yang bercirikan islam,
melarang riba', dan menyuruuh para pemimpinnya menggunakan sorban. Ia gemar
pada seni dan ilmu pengetahuan, menguasai beberapa bahasa seperti Mongol, Arab
, Persia , Cina , Tibet dan Latin. Ia mati muda ketika berumur 32 tahun, karena
tekanan batin yang berat sehingga ia sakit yang menyebabkan kematiannya itu
ketika pasukannya kalah di syiria dan munculnya sebuah komplotan yang berusaha
untuk menggusurnya dari kekuasaannya.
Sepeninggal
gazan digantikan oleh uljaitu khuda banda (1305-1316) yang memberlakukan aliran
syi'ah sebagai kaum resmi kerajaannya. Ia mendirikan ibu kota baru yang bernama
sultaniyyah dekat Qazwain yang dibangun dengan arsitektur khas Il-Khaniyah. Banyak
koloni dagang Italia terdapat di Tabriz , dan Il-Khaniyah menjadi pusat
pedagangan yang menghubungkan
antara dunia Barat dan India serta timur jauh. Namun perselisihan dalam
keluarga dinasti Il-Khaniyah menyebbkan runtuhnya kekuasaan mereka.
Adanya inovasi mongol perubahan
besar terutama dalam bidang seni dan karyakaryaarsitektur. Di dalam arsitektur,
Mongol telah membuat sebuah kontribusi substansiil dalam hal struktur yang
selain menekankan massa di dalam bangunannya. Struktur-struktur
kerajaan pada umumnya dibangun dengan membentuk sebuah simetris.Bahan-bahan
yang banyak digunakan adalah dari batu pualam.
C. AKULTURASI KEBUDAYAAN BARAT -
ISLAM.
Sesungguhnya
Eropa banyak berhutang budi pada Islam karena banyak sekali peradaban Islam
yang mempengaruhi Eropa, seperti dari spanyol, perang salib dan sisilia.
Spanyol sendiri merupakan tempat yang paling utam bagi Eropa dalam menyerap
ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, baik dalam bentuk politik, sosial,
ekonomi, kebudayaan dan pendidikan. Beberpa perkembangan Islam antara lain
sebagai berikut.
1. Bidang politik
Terjadi balance of power karena di bagian
barat terjadi permusuhan antara bani Umayyah II di Andalusia dengan kekaisaran
karoling di Perancis, sedangkan di bagian timur terjadi perseteruan antara bani
Abbasyah dengan kekaisaran Byzantium timur di semenanjung Balkan. Bani Abbasyah
juga bermusuhan dengan Bani Umayyah II dalam perebutan kekuasaan pada tahun 750
M. Kekaisaran Karoling bermusuhan dengan kekaisaran Byzanium timur dalam
memperebutkan Italia. Oleh karena itu terjadilah persekutuan antara Bani
Abbasyah dengan kekaisaran Karoling, sddangkan bani Umayyah II bersekutu dengan
Byzantium Timur. Persekutuan baru berakhir setelah terjadi perang salib
(1096-1291).
2. Bidang Sosial Ekonomi
Islam telah menguasai Andalusia pada tahun 711 M
dan Konstantinopel pada tahun 1453 M. Keadaan ini mempunyai pengaruh besar
terhadap pertumbuhan Eropa. Islam berarti telah menguasai daerah timur tengah
yang ketika itu menjadi jalur dagan dari Asia ke Eropa. Saat itu perdagangan ditentukan
oleh negara-negara Islam. Hal ini menyebabkan mereka menemukan Asia dan Amerika.
3. Bidang Kebudayaan
Melalui bangsa Arab (Islam), Eropa dapat memahami
ilmu pengetahuan kuno seperti dari Yunani dan Babilonia. Tokoh tokoh yang
mempengaruhi ilmu pengetahuan dan kebudayaan saat itu antara lain sebagai
berikut.
a. Al Farabi (780-863M)
Al Farabi mendapat gelar guru kedua (Aristoteles
digelari guru pertama). Al Farabi mengarang buku, mengumpulkan dan
menerjemahkan buku-buku karya aristoteles.
b. Ibnu Rusyd (1120-1198)
Ibnu Rusyd memiliki peran yang sangat besar sekali
pengaruhnya di Eropa sehingga menimbulkan gerakan Averoisme (di Eropa Ibnu
Rusyd dipanggil Averoes) yang menuntut kebebasan berfikir. Berawal dari
Averoisme inilah lahir roformasi pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad
ke-17 M di Eropa. Buku-buku karangan Ibnu Rusyd kini hanya ada salinannya dalam
bahasa latin dan banyak dijumpai di perpustakaan-perpustakaan Eropa dan
Amerika. Karya beliau dikenal dengan Bidayatul Mujtahid dan Tahafutut Tahaful.
c. Ibnu Sina (980-1060 M)
Di Eropa, Ibnu Sina dikenal dengan nama Avicena.
Beliau adalah seorang dokter di kota Hamazan Persia, penulis buku-buku
kedokteran dan peneliti berbagai penyakit. Beliau juga seorang filsuf yang
terkenal dengan idenya mengenai paham serba wujud atau wahdatul wujud. Ibnu
Sina juga merupakan ahli fisika dan ilmu jiwa. Karyanya yang terkenal dan
penting dalam dunia kedokteran yaitu Al Qanun fi At Tibb yang menjadi suatu
rujukan ilmu kedokteran
4. Bidang Pendidikan
Banyak
pemuda Eropa yang belajar di universitas-unniversitas Islam di Spanyol seprti
Cordoba, Sevilla, Malaca,
Granada dan Salamanca. Selama belajar di universitas-universitas tersebut,
mereka aktif menterjemahkan buku-buku karya ilmuwan muslim. Pusat penerjemahan
itu adalah Toledo. Setelah mereka pulang ke negerinya, mereka mendirikan seklah
dan universitas yang sama. Universitas yang pertama kali berada di Eropa ialah
Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1213 M dan pada akhir zaman
pertengahan di Eropa baru berdiri 18 universitas. Pada universitas tersebut
diajarkan ilmu-ilmu yang mereka peroleh dari universitas Islam seperti ilmu
kedokteran, ilmu pasti dan ilmu filsafat
Banyak
gambaran berkembangnya Eropa pada saat berada dalam kekuasaan Islam, baik dalm
bidang ilmu pengetahuan, tekhnologi, kebudayaan, ekonomi maupun politik.
Hal-hal tersebut antara lain sebagai berikut.
- Seorang sarjana Eropa, petrus
Alfonsi (1062 M) belajar ilmu kedokteran pada salah satu fakultas
kedokteran di Spanyol dan ketika kembali ke negerinya Inggris ia diangkat
menjadi dokter pribadi oleh Raja Henry I (1120 M). Selain menjadi dokter,
ia bekerja sama dengan Walcher menyusun mata pelajaran ilmu falak
berdasarkan pengetahuan sarjan dan ilmuwan muslim yang didapatnya dari spanyol.
Demikin juga dengan Adelard of Bath (1079-1192 M) yang pernah belajar pula
di Toledo dan setelah ia kembali ke Inggris, ia pun menjadi seorang sarjan
yang termasyhur di negaranya.
- Cordoba mempunyai perpustakaan
yang berisi 400.000 buku dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan.
- Seorang pendeta kristen Roma
dari Inggris bernama Roger Bacon (1214-1292 M) mempelajari bahasa Arab di
Paris (1240-1268 M). Melalui kemampuan bahasa Arab dan bahasa latin yang
dimilikinya, ia dapat membaca nasakah asli dan menterjemahkannya ke dalam
berbagai ilmu pengetahuan, terutama ilmu pasti. Buku-buku asli dan
terjemahan tersebut dibawanya ke Universitas Oxford Inggris. Sayangnya,
penerjemahan tersebut di akui sebagai karyanya tanpa menyebut pengarang
aslinya. Diantara bukuyang diterjemahkan antara lain adalah Al Manzir
karya Ali Al Hasan Ibnu Haitam (965-1038 M). Dalam buku itu terdapat teori
tentang mikroskop dan mesiu yang banyak dikatakan sebagai hasil karya
Roger Bacon.
- Seorang sarjana berkebangsaan
Perancis bernama Gerbert d’Aurignac (940-1003 M) dan pengikutnya, Gerard
de Cremona (1114-1187 M) yang lahir di Cremona, Lombardea, Italia Utara,
pernah tinggal di Toledo, Spanyol. Dengan bantuan sarjana muslim disana ,
ia berhasil menerjemahkan lebih kurang 92 buah buku ilmiah Islam ke dalam
bahasa latin. Di antara karya tersebut adalah Al Amar karya Abu Bakar
Muhammad ibnu Zakaria Ar Razi (866-926 M) dan sebuah buku kedokteran
karangan Qodim Az Zahrawi serta buku Abu Muhammad Al baitar berisi tentang
tumbuhan. Sarjana-sarjana muslim tersebut mengajarkan penduduk non muslim
tanpa membeda-bedakan agama yang mereka anut.
- Apabila kerajaan-kerajaan non
muslim mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam, maka yang terjadi adalah
pembumihangusan kebudayaan Islam dan pembantaian kaum muslim. Akan tetapi,
apabila kerajaan-kerajaan Islam yang menguasai kerajaan non muslim, maka
penduduk negeri tersebut diperlakukan dengan baik. Agama dan kebudayaan
merekapun tidak terganggu.
- Banyak sarjana-sarjana muslim
yang berjasa karena telah meneliti dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
bahkan karya mereka diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa meskipun ironisnya
diakui sebagai karya mereka sendiri.
Akibat
atau pengaruh dari perkembangan ilmu pengetahuan Islam ini menimbulkan kajian
filsafat Yunani di Eropa secara besar-besaran dan akhirnya menimbulkan gerakan
kebangkitan atau renaissans pada abad ke-14. berkembangnya pemikiran yunani ini
melalui karya-karya terjemahan berbahasa arab yang kemudian diterjemahkan
kembali ke dalam bahasa latin. Disamping itu, Islam juga membidani gerakan
reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan aufklarung
atau pencerahan pada abad ke-18 M.
Nasib
kaum muslim di Spanyol sepeninggal Abu Abdullah Muhammad dihadapakan pada
beberapa pilihan antara lain masuk ke dalam kristen atau meninggalkan spanyol.
Bangunan-bangunan bersejarah yang dibangun oleh Islam diruntuhkan dan ribuan
muslim mati terbunuh secara tragis. Pada tahun 1609 M, Philip III mengeluarkan
undang-undang yang berisi pengusiran muslim secara pakasa dari spanyol. Dengan
demikian, lenyaplah Islam dari bumi Andalusia, khusunya Cordoba yang menjadi
pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan di barat sehingga hanya menjadi kenangan.
Jatuhnya peradaban dan kebudayaan Islam setelah
diakulturasikan antara kebudayaan Barat dengan kebudayaan umat Islam membuahkan
sekulerisme dunia Islam. Karenanya tidak mengherankan bila sekarang ini kita
dapat menemukan dengan amat mudah akibat-akibat yang ditimbulkannya, antara
lain sebagai berikut:
a.
Kebudayaan yang diterapkan di dunia Islam sekarang ini telah tercemar
dalam kondisi cukup parah oleh kebudayaan Barat, dan lebih parahnya lagi
kebudayaan itu dijadikan sebagai konsepsi kebudayaan umat Islam.
b.
Masyarakat kaum Muslimīn telah menjauhi konsepsi masyarakat Islam yang
dulu berdasarkan ‘aqīdah, ide-ide, jiwa dan peraturan Islam. Sekarang ini
mereka lebih mirip dengan masyarakat Eropa, Amerika, Rusia dan Cina daripada
masyarakat Islam.
c.
Prinsip-prinsip sosio budaya yang dipratekkan oleh umat Islam telah jauh
dari prinsip-prinsip sosio budaya Islam, baik dari segi hubungan antara qaum
pria maupun wanitanya. Demikian pula halnya dengan segi-segi hiburan, kesenian,
peragaan, busana ataupun bentuk-bentuk bangunan (arsitektur).
d.
Dengan semakin giatnya akulturasi dalam bidang kesenian, seni umat Islam
telah diwarnai oleh kesenian Barat yang sekularistik. Dengan demikian semakin
banyaklah karya seni kaum Muslimīn sā‘at ini yang berlawanan dengan konsepsi
seni Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abd al-Baqi, Muhammad Fu'ad ', Al-Mu'jâm al-Mufahras lî
Alfâdz al-Qur'ân al-Karîm, Indonesia: Maktabah Dahlan, t.th.
Bagir, Haidar, "Jejak-jejak Sains Islam dalam Sains
Modern", jurnal Ulumul Qur'an, No. 2 Vol. 2 thn. 1989.
Bakar, Osman, Tawhid and Science: Essay and The History
and Philosophy of Science, Malaysia: Secretarian for Islamic Philosophy and
Science dan Nurin Interprise, 1991.
Belio, Iysa A., The Medieval Islamic Controversy Between
Philosophy and Ortodoxy: Ijma' and Ta'wil in The Conflict Between Al-Ghazali
and Ibn Rushd, Leiden, 1989.
Enan, Mohammad Abdullah, Ibn Khaldun: His Life and Works,
New Delhi: Kitab Bavhan, 1979.
Fakhry, Majid, A History of Islamic Philosophy, edisi II,
London: Longman Group Limited Ltd, 1970.
Hitti, Philip K., History of The Arabs, London: Mac
Millan & Co. Ltd, 1964.
Ibn al-Jawzi, Al-Muntazhâm fî Tarîkh al-Mulk wa al-Umm,
Hyderabad: Da'irat al-Ma'arif al-Utsmaniyah, 1987.
Iqbal, Muhammad, The Reconstruction of Religious Thought
in Islam, terjemahan Osman Raliby, Jakarta: Tinta Mas, 1966.
Madjid, Nurcholish, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun
Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, Cet. I, Jakarta: Paramadina, 1995.
Musa, Muhammad Yusuf, Bayn al-Dîn wa al-Falsafah fî Ra'y
Ibn Rusyd wa Falsafah al-Ashr al-Wasîth, Bairut: Jamî' al-Huqûq Mahfîzhah,
1988.
Myers, Eugene A., Arabic Thought And The Western World:
In The Golden Age of Islam, New York: Frederick Ungar Publishing Co; 1964.
McCarthy, M. Joseph, Freedom and Fulfilment: An
Annotated Min al-Dhalal and Other Relevan Works of Al-Ghazali, Boston,
1980.
Nasution, Harun, "Peran Ajaran Islam dalam
Perkembangan Ilmu Pengetahuan" dalam Islam Rasional, Cet. I; Bandung:
Mizan, 1995.
Sabra, A.I., "Cross Cultural Transmission of
Natural Knowledge and Its Social Implication", Paper yang disampaikan
dalam rangka The XVIIth International Congress of The History of Science,
Berkeley, California, 8 Agustus 1986.
Shiddiqi, Nourouzzaman, Tamaddun Islam: Bunga Rampai
Kebudayaan Muslim, Jakarta: Bulan Bintang, 1986.
Ulumul Qur'an, No. 4, Vol. IV, Thn. 1993.
'Umaruddin, M., The Ethical Philosophy of Al-Ghazali,
Lahore: 1977.
Best Casino - Coin Casino
BalasHapusOnline 인카지노 casinos offer players the opportunity septcasino to win huge progressive jackpots, like the best and the biggest jackpots in the world. Players will love the Who can play at a casino without deposit?Are there any online casinos that kadangpintar pay for online gambling?