OTONOMI DAERAH
Makalah ini di ajukan sebagai
tugas
kelompok
Mata kuliah : PKN (Pendidikan
Kewarganegaraan )
Dosen
pembimbing : Drs.Sugianto
Disusun oleh:
¶ Fakiyudin
¶ Fitriyanti
¶ Irwan
¶ Lidia Wulandari
¶ Sartono
¶ Sischa Wahyuni
PROGARAM STUDI TADRIS IPS -A
SEMESTER 1
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
NEGRI CIREBON
(STAIN CIREBON)
2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Beberapa waktu belakangan semenjak bergulirnya
gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah satu topik sentral yang
banyak dibicarakan. Otonomi Daerah menjadi wacana dan bahan kajian dari
berbagai kalangan, baik pemerintah, lembaga perwakilan rakyat, kalangan
akademisi, pelaku ekonomi bahkan masayarakat awam. Semua pihak berbicara dan memberikan
komentar tentang “otonomi daerah” menurut pemahaman dan persepsinya
masing-masing. Perbedaan pemahaman dan persepsi dari berbagai kalangan terhadap
otonomi daerah sangat disebabkan perbedaan sudut pandang dan pendekatan yang
digunakan.
Sebenarnya “otonomi daerah” bukanlah suatu hal
yang baru karena semenjak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia ,
konsep otonomi daerah sudah digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di
daerah. Bahkan pada masa pemerintahan kolonial Belanda, prinsip-prinsip otonomi
sebagian sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Semenjak awal
kemerdekaan samapi sekarang telah terdapat beberapa peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang kebijakan Otonomi Daerah. UU 1/1945
menganut sistem otonomi daerah rumah tangga formil. UU 22/1948 memberikan hak
otonomi dan medebewind yang seluas-luasnya kepada Daerah. Selanjutnya UU 1/1957
menganut sistem otonomi ril yang seluas-luasnya. Kemudian UU 5/1974 menganut
prinsip otonomi daerah yang nyata dan bertanggung. Sedangkan saat ini di bawah
UU 22/1999 dianut prinsip otonoi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab.
1.2 Pembahasan Makalah
Dengan diberlakukannya otonomi daerah diharapkan dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat yang
semkin baik, perkembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan, serta
pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara Daerah
dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1.3 Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini,
penyusun menggunakan metode literatur atau kepustakaan yang berhungan dengan
permasalahan, serta mencarinya melalui media internet.
BAB
II
OTONOMI
DAERAH
2.1
Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pengertian "otonom" secara
bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan
sendiri".Sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah"
atau "lingkungan pemerintah".Dengan demikian pengertian secara
istilah "otonomi daerah" adalah "wewenang/kekuasaan pada suatu
wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah
masyarakat itu sendiri." Pengertian yang lebih luas lagi adalah wewenang/kekuasaan
pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan
wilayah/daerah masyarakat itu sendiri
mulai dari ekonomi, politik, dan pengaturan perimbangan keuangan termasuk
pengaturan sosial, budaya, dan ideologi yang sesuai dengan tradisi adat istiadat daerah lingkungannya.
Pelaksanaan otonomi daerah
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi kemampuan si pelaksana, kemampuan
dalam keuangan, ketersediaan alat dan bahan, dan kemampuan dalam berorganisasi.
Otonomi daerah
tidak mencakup bidang-bidang tertentu, seperti politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap
menjadi urusan pemerintah pusat.[3] Pelaksanaan otonomi daerah berdasar
pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman.
2.2
Otonomi Daerah Saat Ini
Otonomi Daerah
yang dilaksanakan saat ini adalah Otonomi Daerah yang berdasarkan kepada
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut UU ini,
otonomi daerah dipahami sebagai kewenangan daerah otonom untuk menatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan prinsip
otonomi daerah yang digunakan adalah otonomi daerah yang luas, nyata dan
bertanggung jawab. Kewenangan otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk
menyelengarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Yang dimaksud dengan otonomi nyata
adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di
bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup, dan
berkembang di daerah. sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung
jawab adalah berupa perwujudan pertanggung-jawaban sebagai konsekuensi
pemberian hak dan kewenangan kepada Daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang
dipikul oleh Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semkin baik, pengembangan kehidupan
demokrasi, keadilan, pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara
Pusat dan Daerah serta antara Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip-prinsip
pemberian Otonomi Daerah dalam UU 22/1999 adalah:
1.
Penyelengaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah.
2.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertangung jawab.
3.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah
Kota.
4.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin
hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara Daerah.
5.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan
karenanya dalam daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi wilayah
administratif.
6.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif
Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran
atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
7.
Pelaksanaan
azas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai
Wilayah Administratis untuk melaksanakan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan
kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.
8.
Pelaksanaan
azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah kepada Daerah,
tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai dengan
pembiayaan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban
melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Dalam implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU
22/1999 yang dilaksanakan mulai 1 Januari 2001 terdapat beberapa permasalahan
yang perlu segera dicarikan. pemecahannya. Namun sebagian kalangan beranggapan
timbulnya berbagai permasalahan tersebut merupakan akibat dari kesalahan dan
kelemahan yang dimiliki oleh UU 22/1999, sehingga merekapun mengupayakan
dilakukannya revisi terhadap UU 22/1999 tersebut..
Jika kita mengamati secara obyektif terhadap implementasi
kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 yang baru berjalan memasuki
bulan kesepuluh bulan ini, berbagai permasalahan yang timbul tersebut
seharusnya dapat dimaklumi karena masih dalam proses transisi. Timbulnya
berbagai permasalahan tersebut lebih banyak disebabkan karena terbatasnya peraturan
pelaksanaan yang bisa dijadikan pedoman dan rambu-rambu bagi implementasi
kebijakan Otonomi Daerah tersebut. Jadi bukan pada tempatnya jika kita langsung
mengkambinghitamkan bahkan memvonis bahwa UU 22/1999 tersebut keliru.
2.3
Otonomi Daerah dan Prospeknya di Masa Mendatang
Sebagian kalangan
menilai bahwa kebijakan Otonomi Daerah di bawah UU 22/1999 merupakan salah satu
kebijakan Otonomi Daerah yang terbaik yang pernah ada di Republik ini. Prinsip-prinsip
dan dasar pemikiran yang digunakan dianggap sudah cukup memadai dengan kondisi
dan kebutuhan masyarakat dan daerah. Kebijakan Otonomi Daerah yang pada
hakekatnya adalah upaya pemberdayaan dan pendemokrasian kehidupan masyarakat diharapkan
dapat mememnuhi aspirasi berbagai pihak dalam konteks penyelenggaraan
pemerintahan negara serta hubungan Pusat dan Daerah.
Jika kita
memperhatikan prinsip-prinsip pemberian dan penyelenggaraan Otonomi Daerah
dapat diperkirakan prospek ke depan dari Otonomi Daerah tersebut. Untuk
mengetahui prospek tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
pendekatan. Salah satu pendekatan yang kita gunakan disini adalah aspek
ideologi, politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Dari aspek
ideologi , sudah jelas dinyatakan bahwa Pancasila merupakan pandangan, falsafah
hidup dan sekaligus dasar negara. Nilai-nilai Pancasila mengajarkan antara lain
pengakuan Ketuhanan, semangat persatuan dan kesatuan nasional, pengakuan hak
azasi manusia, demokrasi, dan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh
masyarakat. Jika kita memahami dan menghayati nilai-nilai tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa kebijakan Otonomi Daerah dapat diterima dalam penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui Otonomi Daerah nilai-nilai luhur
Pancasila tersebut akan dapat diwujudkan dan dilestarikan dalam setiap aspek
kehidupan bangsa Indonesia .
Dari aspek
politik , pemberian otonomi dan kewenangan kepada Daerah merupakan suatu
wujud dari pengakuan dan kepercayaan Pusat kepada Daerah. Pengakuan Pusat
terhadap eksistensi Daerah serta kepercayaan dengan memberikan kewenangan yang
luas kepada Daerah akan menciptakan hubungan yang harmonis antara Pusat dan
Daerah. Selanjutnya kondisi akan mendorong tumbuhnya dukungan Derah terhadap
Pusat dimana akhirnya akan dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Kebijakan Otonomi Daerah sebagai upaya pendidikan politik rakyat akan membawa
dampak terhadap peningkatan kehidupan politik di Daerah.
Dari aspek ekonomi , kebijakan Otonomi Daerah yang bertujuan untuk
pemberdayaan kapasitas daerah akan memberikan kesempatan bagi Daerah untuk
mengembangkan dan meningkatkan perekonomiannya. Peningkatan dan pertumbuhan
perekonomian daerah akan membawa pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
kesejahteraan rakyat di Daerah. Melalui kewenangan yang dimilikinya untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, daerah akan berupaya untuk
meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan.
Kewenangan daerah melalui Otonomi Daerah diharapkan dapat memberikan pelayanan
maksimal kepada para pelaku ekonomi di daerah, baik lokal, nasional, regional
maupun global.
Dari aspek
sosial budaya , kebijakan Otonomi Daerah merupakan pengakuan terhadap
keanekaragaman Daerah, baik itu suku bangsa, agama, nilai-nilai sosial dan
budaya serta potensi lainnya yang terkandung di daerah. Pengakuan Pusat
terhadap keberagaman Daerah merupakan suatu nilai penting bgi eksistensi
Daerah. Dengan pengakuan tersebut Daerah akan merasa setara dan sejajar dengan
suku bangsa lainnya, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap upaya
mempersatukan bangsa dan negara. Pelestarian dan pengembangan nilai-nilai
budaya lokal akan dapat ditingkatkan dimana pada akhirnya kekayaan budaya lokal
akan memperkaya khasanah budaya nasional.
Selanjutnya dari aspek
pertahanan dan keamanan , kebijakan Otonomi Daerah memberikan kewenangan
kepada masing-msing daerah untuk memantapkan kondisi Ketahanan daerah dalam
kerangka Ketahanan Nasional. Pemberian kewenangan kepada Daerah akan
menumbuhkan kepercayaan Daerah terhadap Pusat. Tumbuhnya hubungan dan
kepercayaan Daerah terhadap Pusat akan dapat mengeliminir gerakan separatis
yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Memperhatikan
pemikiran dengan menggunakan pendekatan aspek ideologi, politik, sosal budaya
dan pertahanan keamanan, secara ideal kebijakan Otonomi Daerah merupakan
kebijakan yang sangat tepat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Hal
ini berarti bahwa kebijakan Otonomi Daerah mempunyai prospek yang bagus di masa
mendatang dalam menghadapi segala tantangan dalam penyelenggaraan kehidupan
bermasya-rakat, berbangsa dan bernegara.
Namun demikian
prospek yang bagus tersebut tidak akan dapat terlaksana jika berbagai kendala
dan tantangan yang dihadapi tidak dapat diatasi dengan baik. Untuk dapat
mewujudkan prospek Otonomi Daerah di masa mendatang tersebut diperlukan suatu
kondisi yang kondusif diantaranya yaitu :
·
Adanya komitmen politik dari seluruh komponen bangsa terutama pemerintah
dan lembaga perwakilan untuk mendukung dan memperjuangkan implementasi kebijakan
Otonomi Daerah.
·
Adanya
konsistensi kebijakan penyelenggara negara terhadap implementasi kebijakan
Otonomi Daerah.
·
Kepercayaan
dan dukungan masyarakat serta pelaku ekonomi dalam pemerintah dalam mewujudkan
cita-cita Otonomi Daerah.
Dengan kondisi tersebut bukan
merupakan suatu hal yang mustahil Otonomi Daerah mempunyai prospek yang sanat
cerah di masa mendatang. Kita berharap melalui dukungan dan kerjasama seluruh
komponen bangsa kebijakan Otonomi Daerah dapat diimplementasikan dalam
penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
2.4 Persiapan Desentralisasi
dan Otonomi Daerah Kasus: Kota Sukabumi, Jawa Barat
Secara umum, hasil survey perdana di Kota Sukabumi, Jawa
Barat menunjukkan bahwa metode penelitian yang disiapkan Tim SMERU cukup baik.
Informasi yang diperoleh mencakup semua hal yang harus di kumpulkan sesuai
dengan tujuan penelitian. Jangka waktu kunjungan lapangan (dua minggu) serta
cakupan jenis dan jumlah responden cukup dan tepat. Hal yang masih memerlukan
penyempurnaan adalah penyesuaian materi wawancara dengan perbedaan tingkat
kemampuan dan pemahaman responden terhadap kebijakan otonomi daerah.
Kota Sukabumi dijadikan lokasi survey karena terpilih
sebagai sample yang mewakili kota kaya (diukur
dari tingkat PDRB perkapita) di Indonesia .
Lokasinya yang relatif dekat dengan ibukota negara, Jakarta ,
membuat kota
ini yang juga mewakili Propinsi Jawa Barat relatif responsif terhadap dinamisme
perkembangan politik dan ekonomi di ibukota, termasuk dalam masalah kebijakan
otonomi daerah. Tidak heran kalau hasil survey menunjukan bahwa Pemda Kota
Sukabumi dan Propinsi Jawa Barat pada umumnya telah mulai melakukan berbagai
persiapan nyata untuk menyongsong pelaksanaan UU No.22, 1999 dan UU No.25,
1999.
Namun demikian, walaupun Pemda Jabar dan Kota Sukabumi
telah melakukan kegiatan sosialisasi dalam bentuk lokakarya dan semacamnya,
kenyatannya tujuan dan misi kedua UU tersebut belum sepenuhnya dimengerti oleh
warga masyarakat, terutama yang berada di dua kelurahan sampel, termasuk aparat
Pemda. Pemahaman yang bersifat kontroversial masih ada. Pengertian yang
kontroversial itu antara lain muncul dalam bentuk: a) adanya keraguan sebagian
responden terhadap kecilnya kemungkinan akan terjadi perubahan sikap dan mental
(sentralistis dan KKN) para aparat daerah meskipun mereka bersemangat besar
untuk menerima otonomi; b) sifat kritis DPRD untuk menanggapi tuntutan
masyarakat terhadap perbaikan pelayanan publik serta pengungkapan berbagai
kasus KKN selama masa orde baru dinilai oleh aparat Pemda sebagai "mabuk demokrasi"
dan "salah fungsi;" c) adanya penerbitan beberapa regulasi untuk
memperluas basis pungutan daerah untuk meningkatkan PAD. Tim Studi Otonomi
Daerah SMERU mengkhawatirkan bahwa langkah terakhir ini akan menjadi bumerang
bagi Pemda, dalam bentuk munculnya sikap penolakan rakyat terhadap pelaksanaan
otonomi daerah.
Khusus menyangkut PAD, oleh Pemda masih dianggap sebagai
suatu yang sifatnya dilematis. Bagi Kota Sukabumi yang SDA-nya tidak besar,
maka yang akan menjadi tumpuan belanja daerah adalah pajak dan retribusi. Dalam
hal inipun tidak dapat diandalkan karena di samping kemampuan objek pajak dan
retribusi sangat terbatas, juga karena kebijakan otonomi daerah tidak mengenal
fiscal decentralization. Harapan satu-satunya adalah kucuran dana dari pusat.
Dalam kaitan ini, walaupun dikatakan bahwa pusat akan memberikan alokasi dana
kepada daerah (sesuai prinsip expenditure decentralization), namun jumlahnya
belum jelas, lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan yang diterima
selama ini. Indikasi bahwa pemerintah pusat mau mengikutsertakan pembiayaan dan
perlengkapan, kecuali pegawai, dalam rangka penyerahan berbagai urusan ke
daerah juga belum terlihat oleh daerah. Sementara itu, telah terbayang oleh
Pemda bahwa dengan makin banyaknya urusan yang diserahkan kepada daerah berarti
makin banyak biaya yang harus dikeluarkan. Jika sisi penerimaan lebih rendah dari pada sisi
pengeluaran, maka pelayanan kepada masyarakat akan merosot dan/atau dirasakan
makin mahal oleh rakyat.
Masalah lain yang mencuat dari
hasil survei adalah proses transfer pegawai pusat dan propinsi ke daerah.
Persoalan ini termasuk yang paling krusial karena menyangkut manusia. Terdapat
kesan bahwa aparat Pemda pada dasarnya tidak menghendaki adanya transfer
pegawai dari luar daerah, karena dapat menjadi saingan yang mengancam posisi
dan perkembangn karir mereka. Sikap penolakan ini semakin diperkuat oleh adanya
Surat Edaran Depdagri (N0.061/729/SJ/2000) yang membatasi struktur organisasi
Dinas Kabupaten/Kota, yang berarti pula bahwa jumlah jabatan "puncak"
di daerah tidak berkembang searah dengan pertambahan jumlah pegawai mutasi yang
berpangkat "tinggi." Persoalan yang dikhawatirkan adalah kemungkinan
munculnya konflik internal yang dapat melemahkan kemampuan Pemda dalam
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Studi perdana di kota Sukabumi belum
melihat adanya konsep dan langkah strategis Pemda untuk mengatasi masalah
krusial tersebut, kecuali menginventarisasi jumlah pegawai yang akan dimutasi.
Menyangkut restrukturisasi
organisasi pemerintahan, Pemda masih terkesan bingung karena belum jelasnya
batasan wewenang yang diberikan pusat kepada mereka. Jika otonomi diserahkan ke Pemda berarti juga
harus termasuk pengaturan organisasinya. Tetapi, pengertian ini belum tentu
sejalan dengan isi UU No.22, 1999 dan keinginan pusat yang justru menghendaki
struktur organisasi di daerah lebih ramping dan efisien dari pada sebelumnya.
DPRD sudah mulai kritis dan
berperan aktif menanggapi berbagai tuntutan masyarakat. Sifat kritis itu masih
dipertanyakan aparat Pemda apakah sudah mengarah pada demokrasi yang akan
dibangun atau sifatnya masih merupakan `demonstrasi` yang bertujuan meredam
gejolak yang muncul di masyarakat. Sikap skeptis tersebut mengemuka karena: a)
kualitas dan integritas para anggota dewan masih relatif rendah; b) partai yang
diwakili anggotanya di DPRD belum memiliki rumusan visi, konsep, dan kebijakan
yang jelas tentang pembangunan daerah; c) partai belum mandiri karena masih
sering mengharapkan bantuan dana operasional partai dari pemerintah.
Selain oleh DPRD, kontrol sosial terhadap pelayanan
publik oleh Pemda juga sudah dilakukan oleh pers lokal. Pers juga ikut
melakukan sosialisasi (secara tidak langsung) tentang kebijakan otonomi daerah
kepada masyarakat. Namun demikian, bagi anggota masyarakat, terutama pengusaha,
yang menjadi indikator utama sukses tidaknya pelaksanaan otonomi daerah adalah
antara lain: a) apakah pelayanan publik makin lancar, transparan, dan tidak ada
lagi pungli; b) proses tender proyek pemerintah tidak lagi direkayasa atau
diintervensi oleh pemerintah; dan c) pajak dan retribusi tidak makin meluas dan
memberatkan rakyat. Pada kenyatannya, hingga sekarang semua hal tersebut,
terutama pungli, masih tetap berlangsung walaupun tidak lagi secara
terang-terangan.
KESIMPULAN
©
Otonomi
daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
©
Sedangkan
prinsip otonomi daerah yang digunakan adalah otonomi daerah yang luas, nyata
dan bertanggung jawab.
©
Otonomi
Daerah yang dilaksanakan saat ini adalah Otonomi Daerah yang berdasarkan kepada
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut UU ini,
otonomi daerah dipahami sebagai kewenangan daerah otonom untuk menatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
©
Sebagian
kalangan menilai bahwa kebijakan Otonomi Daerah di bawah UU 22/1999 merupakan
salah satu kebijakan Otonomi Daerah yang terbaik yang pernah ada di Republik
ini. Prinsip-prinsip dan dasar pemikiran yang digunakan dianggap sudah cukup
memadai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat dan daerah. Kebijakan Otonomi
Daerah yang pada hakekatnya adalah upaya pemberdayaan dan pendemokrasian
kehidupan masyarakat diharapkan dapat mememnuhi aspirasi berbagai pihak dalam
konteks penyelenggaraan pemerintahan negara serta hubungan Pusat dan Daerah.
©
Secara umum, hasil survey
perdana di Kota Sukabumi, Jawa Barat menunjukkan bahwa metode penelitian yang
disiapkan Tim SMERU cukup baik. Informasi yang diperoleh mencakup semua hal
yang harus di kumpulkan sesuai dengan tujuan penelitian. Jangka waktu kunjungan
lapangan (dua minggu) serta cakupan jenis dan jumlah responden cukup dan tepat.
Hal yang masih memerlukan penyempurnaan adalah penyesuaian materi wawancara
dengan perbedaan tingkat kemampuan dan pemahaman responden terhadap kebijakan
otonomi daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar