Rabu, 02 Mei 2012

ALAM SEBAGAI UNSUR UTAMA DALAM KAJIAN KEFILSAFATAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Bab ini akan menjelaskan tentang corak berfikir kefilsafatan yang terjadi pada awal kelahirannya di yunani. Kajian pada bab ini, dilihat dari periodesasinya, terjadi pada filosof awal seperti Thales, Anaximandros, Anaximenes, Herakleitos, dan berbagai filosof  yang berkembang sebelum Socrates, Plato, dan Aristoteles. Dilihat dari sisi tempat berkembang pemikirannya, filosof awal ini banyak mengembangkan pemikirannya di Miletos, Ephesos, dan Elea. Sedangkan Secrates dan murid-muridnya mengembangkan corak berfikir kefilsafatan di Athena.
Cirri berfikir kefilsafatan yang terjadi di era ini, titik tekannya lebih terasa pada dimensi alam. Sehingga sebagaian ahli filasafat abad modern, sering menyebut bahwa filsafat di awal kelahirannya, cenderung dan hanya berlandaskan pada aspek-aspek alamiah.

B.     Rumusan masalah
 a.      Bagaimana peranan alam dalam kajian filsafat awal ?
b.      Apa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Corak Pemikiran Filsafat Alam ?
 c.      Bagaimana Dampak pemikiran filosof alam terhadap perkembangan filsafat era  sesudahnya ?

C.    Tujuan
 a.      Mahasiswa dapat mengetahui alam dalam kajian filsafat awal
b.      Mahasiswa dapat mengetahui Dampak pemikiran filosof alam terhadap perkembangan filsafat era  sesudahnya
 c.      Mahasiswa dapat mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Corak Pemikiran Filsafat Alam
d.      Untuk memenuhi tugas matakuliah filsafat.


BAB II
PEMBAHASAN

  1. Alam Dalam Kajian Filsafat Awal
Miletos adalah kota kecil yang terdapat di Yunani Kuno. Kota ini telah menjadi saksi bisu lahirnya tokoh-tokoh pertama dalam bidang filsafat bukan saja bangsa Yunani, tetapi juga bangsalain di Dunia. Dikota ini, menurut K, Berten (1997:3) lahir tokoh yang bernama Theles. Tokoh ini diberi gelar sebagai Filosof pertama yang ada di dunia. Hampir semua corak berfikir kefilsafatan awal, merujuk kepada tokoh yang satu ini, disebut oleh Berten, tokoh ini tidak pernah menuliskan hasil pemikirannya. Hannya saja, dua pengikutnya yang bernama Anaximandros dan Anaximenes, besusah payah menterjemahkan dan menuliskannya dalam berbagai buku. Namun disayangkan buku-buku yang disusun oleh dua tokoh ini kemudian hilang dan tidak dapat diketahui dimana rimbanya.
Pokok pikiran yang menarik dari ketiga tokoh ini adalah, perhatian mereka yang demikian besar terhadap alam dan berbagai yang terjadi di alam. Mereka merasa tertarik oleh perubahan yang demikian teratur dan  berlangsung secara terus menerus yang terjadi pada alam. Mereka mecari suatu asas atau prinsip yang tetap tinggal secara metafisis dibelakang atau dibalik perubahan-perubahan yang tidak pernah berhenti pada alam tetapi ketika memberi jawaban atas apa yang dipertanyakannya, ketiga filosof itu memberikan jawaban yang berbeda. Thales menyubut Air adalah asas pertama. Anaximandros menyubut asas tak terbatas (to apeiron). Sedangkan Aniximenes  menyebut udara (K. Berten, 1997:9).
Anggapan tahales menyebut Air sebagi asas utama didasarkan atas asumsi bahwa segala sesuatu berasal dari air dan kembali menjadi air. Aniximandros menyebut to apeiron (tidak terbatas) sebagai asas utama kehidupan. Asas itu berasas illahi, abadi, dan tidak terubakan. Alasan penolakan Anaximandros terhadap gurunya, didasrkan atas asumsi bahwa prinsip-prinsi itu sama dengan salah satu unsur, seperti misalnya Air, maka air menjadi tidak terhingga. Karena anasir air menjadi prinsip tak terhingga, maka unsure berlawanan dari air, seperti api, kemudian akan terkalahkan olehnya. Ia hanya tidak puas dari sisi ini, ia mencari sesuatu yang lebih mendalam, yang tidak dapat diamati.
Anaximandros memandang bahwa udara melahirkan semua benda yang terdapat pada alam melalui proses pemadatan dan pengenceran (condensation and rarefaction). Semakin bertambah kepadatan udara, maka muncullah berturut-turut angin, air, tanah, dan akirnya batu. Sebaliknya, apabila udara itu menjadi encer, maka akan timbul api, (K. Bertens 1992:30-31). Penempatan udara sebagai asas yang utama, menurut I.R. Poejawijatna (1980:21) didasrkan atas pemikiran bahwa udara meliputi seluruh alam, serta udara pulalah yang menjadi dasar hidup bagi manusia yang amat di perlukan oleh nafasnya.
Seabad kemudian, di Epheos kota perbatasan dengan Miletos, lahir seorang tokoh fenomenal. Tokoh itu bernama Herakleitos. Ia meluncurkan sebuah kalimat yang terkenal sampai hari ini dengan menyebut panta rhei (semuanya mengair). Ia mengibaratkan kehidupan seperti air sungai yang tidak pernah lelah untuk senantiasa mengalir. Dalam dunia jsmani, menurutnya tidak ada yang sempurna. Semua mengalami perubahan dan berada dalam proses menjadi. Berbeda dengan tiga filosof diatas, Herakleitos menyangkal, bahwa asas utama kehidupan ini adalah api. Api dianggapnya sebagai asas utama yang menjadi dasar dari sesuatu yang ada. Api adalah lambing perubahan, melalui api, kayu bakar dapat diubah menjadi arang atau abu.
Di titik inilah K. Berten (1992:44-45) beranggapan bahwa ia tidak menunjukan api, seperti air dan udara yang dianggap filosof  sebelumnya, sebagai asas utama. Herakleitos hanya ingin menunjukan bahwa api adalah lambing perubahan, dan bukan perubahan itu sendiri. Sebab bagi herakleitos, tidak ada sesuatu yang tetap dan mantap, termasuk api. Ia hanya menganggap bahwa yang sama adalah hidup dan mati, muda dan tua. Manusia ada dan manusia tidak ada.
Ia sama dengan anaximandros yang menganggap bahwa ada kondisi yang selalu diametral dan selalu terjadi perbedaan dalam berbagai kejadian alam. Tetapi, ia berbeda dengan anaximandros dalam menyikapi adanya perbedaan dan pertentangan dimaksud. Adanya bedaan diametral misalnya antara hujan dan panas, atau siang dan malam, bagi anaximandros adalah bentuk ketidakadilan. Ketidak adilan dimaksud lebih disebabkan karena yang satu pasti akan mengalahkan yang lainnya. Kemtian akan mengalahkan kehidupan, malam akan mengalahkan siang, dan seterusnya. Bagi Herakleitos, musim panas bukan musuh musim dingin, sebab musim panas maupun musim dingin mempunyai arti yang spesifik.
Corak pemikiran Herakleitos mulai terlihat sangat realistis ketika ia menyebut bahwa ada yang tidak bisa disentuh oleh indra itu tidak benar. Yang benar-benar ada menurutnya adalah sesuatu yang dapat di uji coba melalui proses indrawi. Budi, menurutnya tidak mungkin mencapai kebenaran. Corak pemikiran Herakleitis ini, dikemudian hari akan mempengaruhi pemikiran Aristoteles yang menyebut gurunya, Plato, memiliki logical eror ketika gurunya dimaksud menganggap ada realitas dibalik yang fenomenal. Realitas tersebut bersifat abadi, tetap, dan tidak berubah. Ia dibalik yang nampak dan tidak terwujud.
M.j Langeveld (tt:132) menyebutkan bahwa mwtafisika adalah kajian yang membicarakan tentang teori keadaan. Ia megutip pendapat Nicolai Hartmann yang mengartikan metafisika sebagai:
1.      Tempat khusus yang diperuntukan bagai objek-objek transenden. Daerah-daerah spekulatip bagi tanggapan-tanggapan tentang Tuhan, kebebasan dan jiwa.
2.      Metafisika dapat diartikan sebagai pangkalan bagi system-sistem spekulatif, teori-teori dan tanggapan dunia.
Ada tiga unsure yang sesungguhnya berada dalam kajian kefilsafatan yang dirumuskan oleh tiga filosof awal tentang asas-asas yang mempengaruhi proses dibalik kehidupan ini. Ketiga asas itu adalah; air (seperti terlihat dari pemkiran Thales), udara (seperti terlihat dari pemkiran Anaximenes), dan api (seperti terlihat dari pemkiran Herakleitos), meski demikian, harus pula diakui bahwa adanya pengakuan atas asas lain diluar sifat-sifat alamiah diatas, sudah juga mulai tampak setidaknya jika mencermati pemikiran anaximandros yang menganggap bahwa “dibalik realitas alam yang selalu berubah dan dinamik ini, terdapat sebuah asas yang tidak terbatas (to epeiron)”.
Dalam bahasa yang sederhana I.R Poejawijatna (1980:19) menyebutkan bahwa tokoh-tokoh kunci dalam bidang filsafat yang ada di Miletos ini telah berubah mencari intisari alam melalui pemikiran belaka dengan didasarkan atas kepercayaan. Oleh karena itu, kata kunci yang juga penting untuk disebutkan disini adalah pemikiran mereka sangat kuat berlandaskan kepada siklus alam dan menempatkan aspek metafisik dibalik alam yang dinamik dan senantias berubah ini pada symbol-simbol alamiah, seperti terlihat pada nama-nama dewa.
Bertens yang menyatakan bahwa hasil  olah fakir kefilsafatan yang dilakukan oleh filosof awal di yunani, sebagai “filsafat alam”. Asumsi ini didasrkan atas tiga argument. Ketiga argument dimaksud adalah:
1.      Alam semesta diaanggap sebagai keseluruhan yang bersatu. Akibatnya, alam harus diterangkan dengan menggunkan satu prinsif saja, meskipun mereka sebagaimana telah dijelaskan dimuka titak memperoleh kesepakatan tentang asal  mula atau asas pertama dalam kehidupan.
2.      alam dianggap dikuasai oleh satu hukum, kejadian yang terjadi pada alam dengan sifat dan sistemnya yang teratur, bukan merupakan kejadian yang bersifat kebetulan, tetapi ada semacam keharusan dibelakang kejadian-kejadian. Akibat dari corak berfikir yang dimiliki, maka.
3.      alam dianggap sebagi kosmos (dunia) yang teratur.
Corak yunani awal yang berlandas pada alam ini, jika dicoba dikomparasikan dengan pemikiran keagamaan hindu dan budha, yang kehadirannya sudah jauh lebih lama dibandingkan dengan kehadiran filosof awal yunani yakni sekitar tahun 2000-1000 sebelum masehi, terlihat adanya warisan pemikiran dari dua agama ini terhadap pemikirannya. Menurut I.RPoejawijatna (1980:47) ada data otentik yang sifatnya tertulis dimana kitab Veda telah menujukna bahwa bangsa arya  disekitar Punjab, India ini, telah memberi warisan penting dalam pemikiran kefilsafatan yunani khususnya pada filsafat alam. Ada titik temu pemikiran diantara cara dan system kefilsafatan yunani dengan corak keagamaan hindu dan budha di Punjab, India beberapa ribu tahun sebelum mereka lahir.
Veda telah menunjukan bahwa dialam ini terdapat bermacam-macam dewa, diantara dewa-dewa itu adalah dewa matahari (surya), dewa api (agni), dewa angina (Vayu), dan dewa perusak (rudra), selain dewa-dewa itu, masih terdapat dewa lain yang justru lebih berkuasa dibandingkan dengan dewa-dewa diatas, dewa-dewa itu  adalah: dewa indra (dewa guntur dan dewa perang) dan dewa Vishnu yang dianggap sebagai dewa penyelenggara dunia.
Titik temu pemikiran filosofis vedisme dengan corak kefilsafatan yunani awal terletak pada penempatan dewa yang bercorak alamiah ke dalam symbol-simbol alam. Kekuatan alam sangat kental melalui symbol-simbol Dewa yang dalam bahasa sansakerta menunjukan bahwa nama-nama dewa dimaksud sangat identik dengan kekuatan-kekuatan alam. Kekuatan alam yang dimaksud adalah air, api dan udara (dalam filsafat awal yunani) dengan air, api, tanah, dan udara (dalam system ritus dan keagamaan hindu).
Corak kefilsafatan yang bertendensi kealaman ini, mulai dimapankan oleh tokoh-tokoh kunci lain di yunani. Sebut saja tokoh yang disebut adalah pitagoras, Parmenides, zeno, melissos, empedokles, archiles, demokritos, dan Anaxagoras.
Parmenides mengembangkan pemikirannya di ELea, sebuah kota kecil di Italia selatan. Pokok pikiran penting yang ia telurkan berpusat pada  metafisikan dan teori kebenaran. Menurut K. Bertens (1997:10) permanindes adalah seorang tokoh filosof pertama yang mengembangkan teori metafisika. Indikasi penting kenapa dia disebut sebagai filosof pertama yang mengkaji metafisika adalah keterkaitannya pada kajian tentang yang ada (Being/B.ing). permenides telah merumuskan sebuah konsep tentang konsep ada. Ia menyebut bahwa “yang ada, sejauh ada”(being as being, being as such). Ia juga menyebut bahwa yang ada ada, dan yang tidak ada.
Selain itu, ia juga merumuskan tentang teori kebenaran. Menurutnya, kebenaran dapat dilangsungkan dengan cara rendah hati, dapat pula dilakukan dengan cara terror dan paksaan. Untuk membuat kesimpulan yang benar, Parmenides menurut Ahmad Sadili (1997:54-57) memusatkan pkirannya pada logika, logika yang ia pakai lebih berorientasi pada dedukasi logis, sebuah model dari proses penarikan kesimpulan yang menurut Dardiri (1986:75-76)berangkat dari kasus yang umum kepada kasus perkasus yang sifatnya khusus.




  1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Corak Pemikiran Filsafat Alam
1.      Kondisi Umum
  Corak mikiran filsafat yang berdimnesi kealam ini, bila di telaah lebih lanjut tampaknya di pengaruhi oleh kondisi umum manusia di zaman itu yang meminjam istilah William Chang (2000; 16-19), Manusia di kontrol oleh alam, khususnya menyangkut sumber-sumber yang di perlukan manusia untuk hidup dan berkembang.
Secara filosofi, pemujaan manusia terhaap alam dapat pula di pahami ari sifat dan karakter perkembangan pemikiran manusia itu sendiri. Di sisi dalam perspektif ini, perkembangan pemikiran manusia persis ibarat pertumbuhan manusia itu sendiri yang hidup dan berkembang sejak ia di kandung, dilahirkan,dibesarkan hingga ia dewasa, tua, dan bahkan mati. Nurcholish Madjid menyebutkan bahwa kecendrungan berpikir manusia biasanya brgerak dari satu yang sifat symbol kemudian perlahan mengalami perkembangan berpikirnya yang mngara kepada sesuatu yang semi abstrak kemudian menjadi sangat abstrak.
Nurcholish Madjid menyebut bahwa, nabi-nabi turun sebelum ibrahim,biasanya menempatkan sesuatu Dzat yang maha luhur biasa itu kepada simbol-simbol alam.Oleh karna itu, menjadi wajar juga jika al Qur’an merekam bahwa orang yang kemudian di sebut nabi pertama yang menduduki dirinya ber-taslim kepada tuhan yang gaib metafisik dan tunggal adalah ibrahim.ia adalam bapak monoteism dunia dan tokoh utama di balik proses pengabstrakan tuhan. Ia menjadi peletuk agama tauhid yang metafisik. Ia juga menyebutkan bahwa rasionalitas dan irasionalitas manusia akan mempengaruhi wancana ketuhanan. Semakin manusia itu melakukan oleh pikira rasional, maka ia akan menempatkan tuhan sebagai sosok yang sangat abstrak. Tapi sebaliknya, jika manusia itu irasional , maka wujud tuhan pasti akan berbeda dalam eksitensinya yang simbolis.
Penempatan air, udara, atau api, sebagai asas pertama dalam kehidupan, menjadi wajar adanya,karma bias jadi, unsure-unsur alam di maksud memang memiliki peran yang sangat urgan dalam kehidupan.

2.      Kondisi khusus yunani
Kondisi masyarakat di dunia yang demikian,juga menjadi cirri yang dapat dengan mudah di temukan di masyarakat yunani.kelompok masyarakat ini sering di gambarkan kelompok elite di zamannya.kondisi demikian, di dukung oleh adanya sesuatu kenyataan bahwa di masyarakat yunani terdapat ciri-ciri khusus yang mungkin cirri-ciri itu spesifik dan hanya dapat di yunani.
Ciri-ciri khusus di maksud,menurut K.Berten
1.      Yunani memiliki banyak mite
2.      Tradisi pengembaraan yang melahirkan persetuhan kebudayaan yunani khususnya dengan masyarakat Babylonia/mesir dan timur kuno/china yang secata theknologis sudah jauh lebih mapan di bandingkan dengan masyarakat lain
3.      Masyarakat yunani memiliki tradisi kritis,khususnya dalam soal-soal kemasyarakatan dan hubungan kemasyarakatan dengan tuhan.
Mite yang menjadi kata dasar dari mitos, telah menjadi macam cirri khas yang di miliki bangsa yunani. Yunani memiliki kekayaan mitos yang sangat luas.Mite dapat menjadi perintis untuk melahirkan filsafat karna ia dapat menjadi percobaan untuk mengerti,mite dapat menjadi jawaban atas pertayaan-pertayaan yang timbul dari hati manusia seperti dari mana dunia ini berada. Melalui mite manusia dapat memberikan jawaban dan memperoleh keterangan tentang asal usul alam semesta dan tentang kejadian-kejadian yang berlangsung di dalamnya,Mite yang mencari keterangan tentang asal usul serta sifat-sifat kejadian dalam alam di sebut Mite kosmologis.
Tradisi nomadden/penggambaran dan perpindah-pindahan tempat yang di miliki masyarakat yunani, juga dapat menjadi penentu bagi lompatan pemikiran masyarakat di Negara ini.Tradisi masyarakat yunani yang nemadden di akibatkan karna strategisnya daerah ini yang berhadapan dengan daerah lain. Yunani menjadi daerah traslit yang cukup epektif sekaligus memberi ruang untuk melakukan kontak pemikiran dengan daerah,kota atau Negara lain,Dalam hal ini yunani setidaknya memiliki kemudahan akses dengan bangsa babylonia dan timur kuno yang secara teknologi sudah jauh lebih maju.
Sebagai bukti sain yang melahirkan tehknologi sudah berkembang pesat di babylonia dan china adalah ditemukan adanya keterangan bahwa sejak abad ke-5 sebelum masehi, ilmu ukur dan ilmu hitung sudah berkembang di babylonia.hal ini seperti di sebut oleh K.Berten, pasti berpengaruh terhadap astronomimeski sangat penuh mitos yang berkembang di yunani. Hal positif yang di acungi jempol atas tredisi yunani adalah adanya kemauan sekaligus kemampuan masyarakat yunani dalam mengolah ilmu-ilmu hitung dan ukur.
Factor apa yang menyebabkan bangsa yunani menyenangi pengembaraan.
·         Keinginan untuk mencari lahan lain yang di anggap lebih subur di bandingkan dengan lahan yang ada di yunani bagi mereka yang hidupnya sangat bergantung pada pertanian,dan keinginan melakukan kontak perdagangan dengan masyarakat lain di luar kota mereka.
·         Adanya ketidak setujuan sebagian ‘kaum intelektual’ untuk melakukan ‘pelacuran diri’ terhadap berbagai kebijakan pemimpin mereka yang di anggap dholim terhadap masyarakat.
Kondisi demikian persis terjadi seperti apa yang di alami oleh Negara timur tengah di era keemasan islam.yunani berdasarkan oleh fakta yang ke tiga yakni munculnya sikap kritis dari sebagian intlektual secara praksis kekritiasan mereka di picu oleh symbol pemimpin.sebab mereka di pimpin oleh manusia yang di anggap sebagai titisan dewa.maka berbagai keputusan sekalipun merugikan masyarakat harus di terima secara given oleh masyarakat.terlihat dari pemikiran Bernard Crick ia menyebut bahwa cirri-ciri kewarganegaraan adalah cita-cita yang besar dan beradab.
Dari kondisi ini juga telah memberi isyarat bahwa perkembangan ilmu di bangsa yunani berbeda dengan perkembangan ilmu di belahan atau di bangsa lain. Mereka telah memiliki liberilitas dalam konteks tempat pengebangannya.jika di babylonia dan china perkembangan ilmu tentu di zaman itu di control oleh istana dan perkembangan hanya dalam lingkaran istana saja,maka di yunani ilmu memiliki perkembangan di luar istana ilmu di kembangkan oleh para intelektual.

  1. Dampak pemikiran filosof alam terhadap perkembangan filsafat era  sesudahnya
Dampak pemikiran filosofi yang bertendensi kealam ini menjadi penting untuk di kaji terhadap perkembangan pemikiran filosofi bagi era sesudahnya. Titik penting perkajian ini dilatari oleh sebuah asumsi bahwa ilmu tidak mungkin berdiri sendiri dan terlepas dari berbagai rantayan sejarah sebelumnya.ilmu,pasti merupakan lanjutkan yang tidak henti sebagai akibat dari sifat manusia yang progresif.sebagai cintoh, dapatkah manusia moderen memperkirakan bahwa akan lahir bom atom, bom Molotov, sampai pada senjata-senjata pemusnah masal lainnya.bisa hadir pada hari ini dengan melpaskan kisah perang manusia kuno yang menggunakan ‘sumpit’ pedang, parang, dan brbagai alat perang lainnya.lahirnya berbagai bom dan senjata pemusnah masal di atas pasti lahir dari sebuah proses panjang dan memiliki keterkaitan histories dengan jenis senjata yang pernahada di era sebelumnya. 


















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ada tiga unsure yang sesungguhnya berada dalam kajian kefilsafatan yang dirumuskan oleh tiga filosof awal tentang asas-asas yang mempengaruhi proses dibalik kehidupan ini. Ketiga asas itu adalah; air (seperti terlihat dari pemkiran Thales), udara (seperti terlihat dari pemkiran Anaximenes), dan api (seperti terlihat dari pemkiran Herakleitos), meski demikian, harus pula diakui bahwa adanya pengakuan atas asas lain diluar sifat-sifat alamiah diatas, sudah juga mulai tampak setidaknya jika mencermati pemikiran anaximandros yang menganggap bahwa “dibalik realitas alam yang selalu berubah dan dinamik ini, terdapat sebuah asas yang tidak terbatas (to epeiron)”.
Corak mikiran filsafat yang berdimnesi kealam ini, bila di telaah lebih lanjut tampaknya di pengaruhi oleh kondisi umum manusia di zaman itu yang meminjam istilah William Chang (2000; 16-19), Manusia di kontrol oleh alam, khususnya menyangkut sumber-sumber yang di perlukan manusia untuk hidup dan berkembang.














DAFTAR  PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar